0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“When you’re doing something for yourself, or your best friend or family, you’re not going to cheese out. If you don’t love something, you’re not going to go the extra mile, work the extra weekend, challenge the status quo as much.”

Steve Jobs

 

Suasana pagi disaat semburat mentari mulai menyinari menemani langkah kaki saya dan mbak Ayu menuju ke venue dan langsung menata booth.

“Mbak Ayu, kalau Kees mentor ECP Belanda lihat booth kita pasti shock, tidak ada brand identitynya banget . Ada mukena bali, segala aneka pernak pernik  hiasan meja, sarung endek, serasa ada di toko oleh-oleh.”

“Bawa product utama untuk sample saja, siapa tahu ada buyer,  Sarah.” Tertawa kecil sembari menata blowing glass yang dikelilingi akar jati yang menawan.

 

“Aku juga bawa horn jewelry seadanya, tujuan utama kan mau ketemu mbak Ayu, susah ketemuan di Indo walau pun sama-sama tinggal di Bali.” Saya ikut tertawa.

 

Booth yang kami share berukuran sangat besar dan strategis karena terletak di pojok sisi paling depan. Semua sudah tertata rapi namun terlihat masih banyak ruang kosong.

Tiba-tiba seorang pria berumur sekitar 20an tahun datang menghampiri. “Permisi ibu , apakah bisa saya menyewa satu meja untuk jual kerupuk ?”

“Oh tidak usah sewa, taruh saja.” Mbak Ayu langsung mempersilakan.

“Iya, taruh saja, tidak apa.” Saya ikut menimpali .

“Terima kasih ibu.”

 

Ia dengan gesit mengatur segala jenis kerupuk tradisional dari Indonesia hingga memenuhi meja di pojok booth.  Setelah itu ,menawarkan diri untuk membantu menaruh kain mbak Ayu di dinding booth. Ia dengan cekatan memanjat dan mengikat dengan rapi agar booth terlihat semakin cantik.

 

“Kerupuknya bawa dari Indonesia sebanyak itu ?” Kami menatap tiga box berukuran besar yang ditaruh dibawah meja.

“Ini bukan kerupuk saya tapi punya boss, saya hanya menjualkan jadi dibayarnya per hari selama pameran ini. Hampir semua yang jaga booth makanan di sini adalah orang Indonesia.”

 

“Iya yah, pastinya lebih murah daripada pakai SPG penduduk local.” Saya mengomentari.

Saat lunch kami menitipkan booth ke Donny untuk membeli lunch dan minuman setelah itu  mampir ke toilet yang terletak di dalam venue.  Terlihat lantai sangat basah dan wastafel dipenuhi busa sabun. Seakan toilet tersebut baru saja di hantam oleh banjir hingga air menggenang dimana-mana.

 

“Basah banget, mbak.” Saya terpaksa mengangkat celana agar tidak basah karena menjuntai di lantai.

“ Toilet di luar gedung pameran saja, kering. Bisa  terpeleset disini, Sarah.”

Kami lalu ke toilet luar dan kembali ke dalam venue dan gantian Donny yang izin untuk lunch. Saat kembali ,ia membawakan dua gelas juice untuk kami.

 

“Wah terima kasih, berapa?” Kami mengeluarkan dompet.

“Tidak usah, ini dikasih teman. Sesama orang Indonesia yang jaga booth sudah biasa saling tukaran jatah makanan dan banyak lebih.”

 

Keesokan paginya, kami sengaja datang pagi-pagi dan sangat terkejut saat memasuki ruangan. Donny terlihat sudah duduk di dekat meja sedang memainkan telephone selularnya.

 

“Koq sudah disini padahal kata security kami termasuk yang pertama datang.” Saya kebingungan.

“Jam berapa berangkat dari hotel?” Mbak Ayu ikut terheran.

“Saya tidak pulang dari semalam, tidurnya di bawah meja,bu.”

Huh ? Tidak takut sendirian ?”

 

“Semua penjaga booth yang orang Indonesia tidur di bawah meja untuk menghemat. Transport dan hotel mahal, lebih baik uangnya kami tabung untuk orang tua dan anak istri.” Ia menerangkan panjang lebar dan kami terperangah mendengarkan penjelasannya.

 

“Gaji di sini jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia sehingga sudah resiko biar pun harus kucing-kucingan dengan imigrasi dan polisi.”

“Lho kalian mandi, cuci baju dan segala macamnya bagaimana ?” Masih kebingungan.

“Semuanya kita lakukan di toilet yang di dalam venue ini.”

 

“Oh pantas kemarin becek sekali karena semua mandinya disitu. Tapi koq bisa tidak ketahuan kan banyak sekali security ?”

“Saat jam pulang semua bersembunyi di bawah meja.  Setelah security memeriksa seluruh ruangan, lampu akan dimatikan dan pintu  dikunci dari luar. Satu jam setelah itu semua keluar tapi tetap harus hati-hati karena kalau ketahuan pasti kami bisa dideportasi dan blacklist karena kerja dengan visa turis.”

 

Seketika rasa kagum menyelimuti hati akan perjuangan mereka untuk membawa setangkup asa demi keluarga tercinta di Indonesia.

 

“I truly admire those who stay strong, even when they have every right to break down.”

 

May 8th, 2022

Bagikan ini:
error: Content is protected !!