“Life does not ask us to rush, only to sit long enough to notice.”
Suara obrolan pelan bercampur dengan denting gelas dari warung kopi sederhana tempat kami duduk. Aroma kopi hitam dan pisang goreng masih menggantung di udara, menambah hangat suasana siang yang teduh.
Saya menatap Nigel yang masih mendorong-dorong potongan pisang goreng dengan garpunya. Ia tidak tampak terburu-buru untuk menghabiskannya, seakan sedang mencari alasan untuk lebih lama duduk di meja ini.
Chloe sudah memejamkan mata dengan kepala bersandar pada kursi kayu, sementara Sophie masih menggoyangkan kakinya pelan sekali, mengikuti irama yang hanya ia sendiri yang tahu.
Di hadapan saya, kopi perlahan mendingin. Uap tipis yang tadi menari kini hampir lenyap, tetapi aromanya masih tertinggal di udara.
Saya tersadar, mungkin banyak hal dalam hidup yang kehilangan panasnya, namun tetap meninggalkan jejak rasa yang tidak hilang begitu saja.
Saya memandang Nigel,Chloe dan Sophie satu per satu. Tidak ada yang terlalu special dari siang ini, tetapi melihat mereka di hadapan saya dengan cara mereka masing-masing membuat hati terasa hangat.
Mungkin kebahagiaan memang tidak selalu datang lewat moment yang gegap gempita. Ia bisa hadir lewat tegukan kopi yang tersisa, sepotong pisang goreng yang belum habis, atau kaki yang bergoyang mengikuti ritme yang sederhana.
“Quiet beauty lives in moments we often overlook.”
Part 16.

