0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“Writing makes the invisible traceable and the fleeting endurable.”

 

Instructor itu kembali ke meja, meletakkan buku catatannya di samping gelas yang sudah mulai kosong. Perempuan di hadapan saya tersenyum kecil, seolah ada sesuatu yang masih menempel di pikirannya.

 

“Kadang saya kagum dengan bule-bule itu,” katanya pelan, “Rajin sekali semua ditulis, sampai hal yang detail dan sangat lengkap.” Pembicaraan kami bergeser kembali ke bahasa Inggris karena instructor sudah kembali bergabung.

 

“Maybe it is because they love the world under the sea. After all, when we write, we give shape to something fragile and the words remain, waiting for us to return.” Saya menjawab, meski lebih seperti berbicara pada diri sendiri.

 

Instructor menatap kami, lalu menambahkan, “Writing in the slates is not about keeping everything, it is about choosing what we let stay. It is like planting a tree. Not every seed will grow, but the ones that do can give shade for a long time.”

 

Perempuan itu mengusap gelas dengan ujung jarinya. “So writing is not only about keeping, but also about planting?” tanyanya. Saya tersenyum.

 

“Yes, planting traces, reminders and direction. Sometimes, when we lose our way, it is the small words we once wrote that can guide us home.” Hening sejenak dan makin menyadari mengapa journaling itu tidak pernah sia-sia.

 

Kita tidak menulis untuk menangkap semua, tapi untuk menemukan makna di antara yang fragment yang mungkin terlewat. Kami kembali hening tapi entah bagaimana, hening itu sendiri terasa seperti kalimat yang baru saja ditulis.

 

“Words hold the fragile things that the tide of memory cannot keep.”

Part 35.

Bagikan ini:
error: Content is protected !!