“Life isn’t about rushing forward, but about finding beauty in the pauses between each step.”
Di bawah bayangan pohon Ginkgo dan Hackberry yang menari lembut, dedaunannya melambai perlahan, seperti tangan yang mengundang untuk menarik napas lebih dalam dan berhenti sejenak. Mereka berdiri kokoh, seakan membisikkan pesan tentang waktu yang tak pernah tergesa.
Langkah terhenti di bawah pohon Camphor yang menjulang anggun, aromanya yang khas menyelinap di udara ikut menyelimuti saya dengan hangat. Hembusan angin pagi menggoyangkan dedaunannya, menciptakan melody sunyi seolah-olah waktu pun sedang mengambil jeda.
Saat itu, pikiran terbang ke tempat lain, ke kota yang pernah menjadi rumah sementara saya: Manchester. Di Whitworth Park, saya sering duduk di bawah naungan Maple yang daunnya memerah di musim gugur atau Chestnut yang menjatuhkan buah-buah kecil ke tanah.
Pohon-pohon itu, meskipun berbeda dari Ginkgo dan Camphor di Chengdu, menyampaikan pesan yang sama: bahwa hidup bergerak dalam ritme yang tenang, jika kita mau mendengarkannya.
Di bawah pohon-pohon di Whitworth park, saya sering merenung, saat sendiri maupun bersama Arsyl, sahabat dari Kazakhstan. Kami berbagi cerita, tertawa, atau hanya duduk dalam keheningan, membiarkan waktu berlalu tanpa terburu-buru.
Kini, di antara pepohonan Ginkgo, Camphor, dan Hackberry di Chengdu, pelajaran itu terasa kembali. Pohon-pohon ini seolah mengingatkan bahwa hidup tak selalu tentang berlari tanpa henti, melainkan tentang mengenali keindahan dalam jeda.
Seperti daun yang gugur di waktunya, setiap moment punya ritme, ada saat untuk bernafas, untuk diam, dan untuk kembali melangkah. Jeda bukan kehilangan, melainkan ruang sunyi di mana saya kembali menemukan diri dan menyatu dengan alunan kehidupan.
“A pause is the art of listening to the rhythm of life, where time slows down to give space for the soul to breathe.”
Part 9.