“Happiness is contagious, even without words, its warmth finds a way to reach you.”
Udara pagi terasa damai, berpadu dengan suara riuh rendah pelayan yang meneriakkan pesanan ke dapur, menciptakan simphony khas yang membawa ingatan saya melayang pada kedai-kedai kopi peranakan di Indonesia.
Saya masih duduk di kopi tiam Chop Jing Chew yang kini sesak oleh pengunjung yang ingin sarapan. Aroma roti panggang yang baru keluar dari oven bercampur dengan wangi kopi hitam dan teh tarik yang mengepul di gelas bening.
Saya baru saja menyendok telur setengah matang ketika tiga wanita paruh baya meminta izin untuk berbagi meja karena meja lain telah penuh. Saya mengangguk ramah, mempersilakan mereka duduk.
Mereka berbicara dalam campuran Melayu dan Inggris dengan penuh keakraban dan suara mereka langsung mengisi ruang dengan kehangatan. Sesekali mereka tertawa, membahas anak-anak yang telah beranjak dewasa hingga mengenang resep-resep lama yang diwariskan turun-temurun.
Saat pesanan mereka tiba, meja kecil kami dipenuhi dengan setangkup roti kacang kahwin, fruit cake, kek panjang kismis, teh tarik, kasturi, dan aneka hidangan lain. Salah satu dari mereka mendesah pelan, lalu tertawa sebelum kembali larut dalam percakapan yang mengalir hangat tanpa jeda.
Saya diam, membiarkan suasana tersebut meresap perlahan. Hanya dengan melihat mereka berbagi cerita, mendengar gelak tawa yang ringan penuh canda, tanpa sadar saya ikut tersenyum. Ada sesuatu yang hangat dalam kebersamaan mereka, sesuatu yang mengalir begitu alami, sesuatu yang menular.
Warung kopi tiam yang awalnya terasa asing kini menjelma menjadi ruang yang lebih akrab karena energy mereka. Sebuah kebahagiaan sederhana yang tak perlu dimiliki untuk bisa dirasakan. Ternyata, kehangatan tidak selalu hadir dari apa yang kita genggam, tapi dari apa yang kita temukan di sekitar.
“Joy has a way of spilling over, reaching even those nearby.”
Part 2.
