0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“When we are mindful, deeply in touch with the present moment, our understanding of what is going on deepens, and we begin to be filled with acceptance, joy, peace and love.”

Thich Nhat Hanh

 

“Sar, ada bukunya Thich Nhat Hanh ndak ?”Sebaris kalimat dari Indira muncul di notification instagram saya pagi itu. Ia membalas postingan instagram story yang membahas kepergian the Father of mindfulness, Thay Thich Nhat Hanh.

 

“Ada, aku ada banyak bukunya. Nanti aku kirim versi pdfnya via WA yah .Waktu  pertama kali baca buku ‘The Miracle of Mindfulness’ , aku langsung kepikiran  wah ini Indira bangeeettt. Dirimu kan selalu di present moment. Focus one at a time.” Saya menjelaskan panjang lebar.

 

“Iya” Indira menjawab dengan ciri khasnya walau pun hanya lewat tulisan , resonansi kelembutannya terasa sampai kesini.

 

“Dirimu banget ini. Indira yang selalu ada energy of being aware and awake to the present moment. Being totally mindfulTagline brandku yang De Grunteman juga terinspirasi dari buku Thich Nhat Hanh ini. Tag linenya : Mindfully crafted artinya dibuat dengan body dan mind dalam satu harmony di present moment.”

 

Saya menjelaskan dengan excited karena salah satu orang yang betul-betul mempraktekkan mindfulness sewaktu di Leeds adalah Indira.

 

Nokia tune dari handphone membahana di kamar  saya saat itu. Terlihat di screen nama Indira berkelap kelip. “ Lagi dimana ,Sar ?”

“ Di kamar, baru pulang dari kampus, lagi dimana ?” Saya bertanya dengan nada penasaran.

“ Gue juga baru pulang dari kampus. Gue kesana yah, kita buat Tiramisu”

“Okay, gue tunggu yah, telpon saja kalau sudah dibawah’.

 

Tak lama, telephone berdering kembali. Saya membuka jendela kamar dan melongokkan kepala. Indira berdiri di depan pintu dengan coat hitamnya. Kacamata dengan bingkai hitam membingkai sempurna mata bulatnya yang indah.

 

“Indiraaaaa, tunggu yah” saya berteriak dan berlari dari lantai tiga menuju kebawah untuk membuka pintu. Dua anak tangga saya langkahi setiap lompatan dengan harapan bisa secepatnya sampai kebawah dan membuka pintu.

 

Terlihat Indira menenteng tas besar yang didalamnya telah  lengkap bahan untuk membuat tiramisu. Lady fingers cookies, mascarpone cheese,  coffee, telur hingga loyang kaca pirex. Sungguh ibu peri yang baik  hati.

“Ayo kita buat, Sar”. Ia berkata sambil menaiki tangga. “Caranya bagaimana? Kan susah kalau bikin  yang rasanya Italia banget.”saya menjawab ragu.

 

Indira memulai proses membuat tiramisu. “Ini kuning telurnya di kocok dulu , Sar.” Ia memberitahu step by stepnya kepada saya. “ Kocok telurnya pakai apa ? kan tidak ada mixer disini. “ Saya bertanya dengan nada bingung. “Yah di kocok manual , pakai garpu dan tangan.”Ia menjawab santai.

 

“Huh ?”sambil mengangkat kedua tangan dan menunjukkan ke Indira seakan tidak yakin dengan muka shock.  “Iya “ Indira tertawa renyah dengan gaya khasnya.

 

Saya memecahkan telur, hanya mengambil kuningnya saja dan mulai mengocok telur. Baru beberapa menit tangan mulai merasa pegal .  “Dihayati , Sar” Ia  mengambil alih dan menunjukkan cara mengaduk yang benar. Terlihat ia melakukannya dengan sangat tenang, beda dengan cara saya  yang seakan menyalakan mesin molen pengaduk aspal karena semua barang disekitar ikut bergetar.

 

Saya pun mulai mengikuti cara Indira mengocok telur. Ternyata benar, tangan tidak pegal dan telur akhirnya bisa mengembang dengan sempurna.  Setelah tiramisu selesai dan didiamkan selama beberapa jam di kulkas, saya langsung mencoba.

“Hmm enak bangeeeeet” Tak henti saya memuji Tiramisu bikinan Indira. Ada rasa tak percaya kalau tiramisu tersebut ternyata lebih enak daripada tiramisu yang pernah saya coba di resto Italia mahal sekali pun.  Saat itu saya berpikir bahwa pasti ada satu sendok cinta didalamnya karena sangat sempurna dilidah.

Kisah tiramisu Indira dengan satu sendok cintanya sampai sekarang begitu membekas dan ternyata berhubungan dengan being mindfulness.

 

Saya sendiri baru mulai menelaah lebih dalam makna tersebut  disaat saya melakukan inner journey, diantaranya self talk dan off selama hampir dua tahun dari social media.

 

Pada akhirnya saya sadari satu sendok cinta bisa dihasilkan disaat kita membuatnya  pada stage of being mindfulness .  Apapun yang kita lakukan pada stage tersebut akan memberikan hasil yang beyond miracle.

 

Mindfully crafted, tag line dari De Grunteman yang terinspirasi dari kisah ini,  mempunyai arti dibuat dengan body dan mind dalam satu harmony di present moment. Makna yang sangat dalam  dan meaningful untuk diri saya.

 

Thank you to Indira for the sweet reminder.

Thank you to Thay Thich Nhat Hanh yang buku-bukunya setia menemani masa inner journey saya.

 

“With mindfulness, you can establish yourself in the present in order to touch the wonders of life that are available in that moment.” – Thich Nhat Hanh

January 27th, 2022

Bagikan ini:
error: Content is protected !!