“The strongest paths are laid by footsteps that do not hurry.”
Langit masih terik saat ia melanjutkan ceritanya. “Bapak saya sering bilang, menjahit layar phinisi tidak pernah bisa terburu-buru. Layar itu besar sekali, kadang sampai menutup hampir seluruh halaman rumah saat dibentangkan.”
“Benangnya tebal, kainnya berat dan setiap jahitan harus kuat. Kalau satu saja terlepas, bisa merembet ke bagian lain ketika angin besar datang.”
Bayangan saya melayang pada sebuah halaman luas dengan kain putih terbentang lebar yang dijaga agar tidak kotor. Di sana ada tangan yang sabar menuntun jarum, jahitan demi jahitan mengisi ruang dengan kesunyian.
Di balik kesederhanaannya, ada keyakinan bahwa kerja kecil yang dilakukan berulang justru yang kelak menentukan keselamatan banyak orang di laut.
Ucapannya membuat saya sadar, hidup pun tidak jauh berbeda. Tidak ada yang lahir dari sekali tarik, melainkan dari kesabaran menumpuk langkah-langkah kecil hingga akhirnya menjadi sesuatu yang kokoh.
Ternyata bukan hanya keseimbangan yang dibutuhkan, tetapi juga ketekunan. Apa yang kita rajut hari ini, sekecil apa pun itu, bisa menjadi pengikat yang menjaga kita tetap utuh ketika badai datang.
Dari tutur sederhana itu, saya merasakan laut menyimpan warisan yang lebih dalam daripada sekadar pembuatan layar. Ia mengajarkan bahwa hidup dibentuk oleh kesabaran yang dijahit perlahan, hingga akhirnya berdiri kokoh di bawah angin.
“Strength grows where small steps are repeated with patience.”
Part 29.