0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“Sometimes, it’s in the stillness between words where the soul finally hears what it needs. Not everything must be loud to be understood.”

 

Langit pagi mulai berganti warna dari biru pucat menuju hangat keemasan. Awan tipis melayang pelan, seolah masih enggan pergi. Udara masih membawa sisa embun dan dedaunan di ujung ranting bergetar ringan ditiup angin.

 

Saya hampir berdiri, bersiap mengingatkan mereka bahwa waktu kami tak banyak, dan pesawat tentu tak akan menunggu. Tapi sebelum sempat membuka suara, Chloe lebih dulu menghentikan ayunannya.

 

Sophie menyusul, turun sambil menepuk-nepuk rumput yang menempel di celana biru dan kaus pinknya yang sedikit lembap oleh embun.

 

 

Mereka saling menoleh sejenak, lalu melangkah perlahan ke arah saya, terlihat tenang dan tanpa tergesa. Tak ada rengekan seperti “Mama, not yet,” atau “Five more minutes, please.”

 

Hanya senyuman kecil, seolah mereka benar-benar mendengar apa yang belum sempat saya ucapkan. Kami berjalan berdampingan meninggalkan taman di samping hotel, masih dengan sisa embun yang menempel di ujung sepatu.

 

Pagi itu saya mengerti bahwa anak-anak memang suka lupa waktu, tapi mereka juga bisa memegang janji dan itu bukan karena ancaman atau  diingatkan, tapi

dari rasa dihargai dan diberi ruang.

 

Ternyata saat kita tak tergesa dan buru-buru menuntut, mereka pun belajar mendengar. Bukan hanya dengan telinga, tapi juga dengan hati.

 

“Not all messages come wrapped in sound, some arrive softly, in stillness.”

Part 4.

Bagikan ini:
error: Content is protected !!