0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“Listening isn’t just hearing words. It’s choosing to stay with someone in their uncertainty, without rushing to fix, reply, or judge what they carry.”

 

Seketika setelah pesawat mendarat, suara sabuk pengaman yang dilepas terdengar seperti gema dari dunia yang kembali bergerak. Tapi pikiran saya masih tertinggal di langit, di antara percakapan yang baru saja mengendap.

 

Tidak semua suara datang untuk diperbaiki karena terkadang yang dibutuhkan bukan solusi, tapi ruang. Tempat aman bagi kata-kata yang tak tahu lagi harus keluar lewat mana selain lewat keluhan.

 

Baru kini saya mengerti, betapa mudahnya kita lupa bahwa keluhan pun bisa lahir dari luka yang terlalu lama disimpan. Saya semalam menilai terlalu cepat. Mengira diam adalah bentuk kedewasaan, dan keluhan adalah tanda lemahnya hati.

 

Tapi pagi ini, saya belajar ulang tentang cara mendengarkan, bukan dengan telinga yang siap membalas, tapi dengan hati yang cukup lapang untuk menampung percakapan tanpa tergesa.

 

Mungkin ini yang dicari banyak orang. Bukan nasihat panjang atau semangat yang dipaksakan, tapi kehadiran yang lembut. Seseorang yang mau duduk di sebelah mereka, tanpa buru-buru menyimpulkan arah cerita.

 

Sebelum menilai nada suara seseorang, kita mungkin perlu belajar mendengar luka yang bersembunyi di baliknya. Kadang bukan soal seberapa keras mereka bicara, tapi seberapa lama mereka memendam.

 

Dan hari itu, saya belajar satu hal yang sederhana namun sulit, bahwa kadang, cukup dengan hadir, dengan tidak menyela. Hanya diam yang benar-benar mendengar dan mungkin, justru itulah yang paling dirindukan: ruang kecil untuk merasa, tanpa harus takut dihakimi.

 

“Before we judge the tone, we might want to listen for the wound it’s been carrying.”

Part 7.

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan ini:
error: Content is protected !!