Dr. Wangari Muta Maathai atau lebih di kenal sebagai Wangari Maathai adalah pahlawan lingkungan dari Kenya. Ia lahir di Desa Ihithe, Divisi Tetu,Nyeri, Kenya pada tanggal 1 April 1940 dan meninggal di Nairobi, 25 September 2011 pada umur 71 tahun.
Wangari Maathai adalah seorang aktivis lingkungan hidup. Pada tahun 2004, Ia adalah wanita pertama yang berasal dari Afrika yang dianugerahi Penghargaan Perdamaian Nobel. Hadiah nobel tersebut di anugerahkan atas kontribusinya dalam bidang pembangunan berkelanjutan, demokrasi, dan perdamaian.
Wangari Maathai adalah anggota Parlemen Kenya. Selain itu Ia adalah mantan Asisten Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam dalam pemerintahan Presiden Mwai Kibaki selama kurang lebih dua tahun antara Januari 2003 sampai November 2005.
Pada tahun 1964, Ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang biologi dari Benedictine College, Atchison. Setelah itu Ia melanjutkan ke Universitas Pittsburgh, Amerika sebelum kembali ke Nairobi.
Ia melanjutkan ke Universitas Nairobi dan mendapat gelar Ph.D.Ini merupakan gelar pertama bagi wanita asal Afrika Timur dalam bidang kedokteran hewan. Selanjutnya Ia menjadi dosen anatomi hewan di universitas tersebut pada 1971 dan kemudian menjadi dekan. Setelah itu Ia menjadi Visiting Fellow di Institut Global untuk Kehutanan di Universitas Yale, Amerika Serikat.
Wangari Maathai dan karirnya sebagai pejuang Lingkungan Hidup
Di tahun 1977, Ia mendirikan Gerakan Sabuk Hijau, yang merupakan sebuah organisasi akar rumput nonpemerintah yang bertujuan untuk menjamin sumber penyokong kayu bakar dan mencegah erosi tanah.
Kampanye yang dilakukan oleh gerakan sabuk hijau berhasil menggerakkan wanita miskin dan mereka berhasil menanam lebih dari 30 juta pohon hingga saat ini. Selama bertahun-tahun, karena kurangnya pohon yang di lakukan oleh penebangan liar hingga menimbulkan kurangnya air segar . Kurangnya kayu bakar serta mutu tanah yang menurun juga adalah dampak samping dari penebangan liar tersebut.
Maathai mampu memberikan dorongan moral dan motivasi kepada ibu-ibu dari anak-anak kekurangan gizi agar mereka mau mengumpulkan bibit tanaman, menggali sumur serta menjaga semaian dari hewan dan manusia.
Berkat jasanya yang tak pernah menyerah dan selalu berjuang demi lingkungan hidup, ia digelari sebagai Mama Miti (yang berasal dari bahasa Swahili yang berarti Ibu dari Pepohonan).
Pada tahun 1976 sampai tahun 1987 yaitu selama sebelas tahun, Maathai aktif dalam Dewan Nasional Kenya untuk Wanita, Maendeleo Ya Wanawake. Dewan tersebut dipimpinnya sejak tahun 1981–1987. Gerakan Sabuk Biru, yang muncul di saat yang bersamaan ikut berkampanye pada isu-isu pendidikan dan gizi. Maathai sendiri telah memulai tantangan baru; sebagai contoh, ia adalah anggota Dewan Penasihat Perlucutan Senjata Persatuan Bangsa Bangsa.
Wangari Maathai adalah sosok wanita yang berani
Pada tahun 1989, Ia melakukan tindakan yang cukup berani dengan ikut melakukan penyelamatan Taman Uhuru dari konstruksi kompleks bisnis Kenya Times Media Trust. Di bulan Desember tahun 2003, Ia diangkat sebagai Asisten Menteri Lingkungan, Sumber Daya Alam, dan Margasatwa.
Penghargaan lain yang di dapatkan Maathai adalah Right Livelyhood Award Woman of the Year Award , Woman of the World Award, Africa Prize juga Penghargaan Petra Kelly dari Yayasan Heinrich Böll Jerman.
Selain itu Wangari Maathai juga menerima 3 gelar doktor kehormatan dari Norwegia dan Amerika Serikat. Perjuangan Wangari Maathai terhadap negaranya Kenya perlu di apresiasi oleh kita semua dan bisa memberi semangat agar kita bisa ikut memikirkan lingkungan sekitar kita.