“It’s good to have money and the things that money can buy, but it’s good, too, to
check up once in a while and make sure that you haven’t lost the things that money
can’t buy.”
George Lorimer
Di tengah dinginnya terpaan angin subuh yang menemani sedari tadi, burung besi yang hanya berputar-putar di langit malam itu akhirnya mendarat membawa kami kembali ke Macau Airport, lokasi awal take off. Suara decitan roda yang landing di aspal basah terdengar jelas dari dalam kabin pesawat.
Gemuruh detak jantung yang sedari tadi bagaikan suara genta yang tak berhenti bertalu-talu berangsur berdetak normal.
Seketika suara di dalam kabin pesawat berubah menjadi gaduh dan terdengar pekik bahagia. Segala ucapan syukur dari berbagai macam bahasa berhamburan keluar dari mulut masing-masing penumpang. Chloe dan Sophie tersentak dan bangun mendengar riuhnya suasana.
Melihat muka saya pucat pasi dan badan yang masih gemetar, Chloe dan Sophie membelai pipi mencoba menenangkan. Chloe merasakan haus yang mencekat,
namun tangan mungilnya menyodorkan botol air minum yang tinggal sedikit terlebih dahulu kepada saya. Setelah itu, botol yang sama diberikan pada adiknya untuk menyeruput sisa air yang tinggal beberapa tetes lagi.
“Mama, kita sudah sampai ya di Kuala Lumpur?” tanya Chloe penuh harap. “No, Sayang. Kita kembali ke Macau, masih typhoon.” “Really? Tapi Mama, saya merasa sudah tidur lama.” Wajahnya yang mengantuk dengan mata yang sedari tadi terkatup terlihat hanya tinggal segaris, tiba-tiba terbelalak seakan tak percaya.
“Jadi kita hanya beberapa menit di udara?” Sophie ikut menggelengkan kepala terlihat bingung. Saya mencoba menerangkan dengan sisa tenaga yang masih ada. Kami membiarkan seluruh penumpang turun terlebih dahulu, lalu mengambil dua koper kabin. “Mama, let me carry all these luggages.” Sophie dan Chloe berebutan mengambil koper.
“Jangan, Sayang. Kita mau menuruni tangga, pasti berat dan licin,” saya mencoba melarang. “It’s okay, Mama. Mama pegang pillow Sophie saja. Mama lagi sakit.”
“Mama carry Chloe bag saja, ada candy di dalamnya.” “Bonus!” Ucap Chloe dan Sophie serempak sambil melepaskan senyum ciri khas yang sangat maniiiiiiiz.
(Huruf I nya 7 dan diakhiri huruf z, saking manisnya ) #eaaa sempat-sempatnya gombal
Langit Macau yang dipenuhi gumpalan mega yang bersinar temaram memayungi perjalan kami menuju bus. Setelah kembali ke ruang tunggu, saya memegang erat tangan Mbak Patsy tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata pun karena bibir rasanya tercekat. Kami semakin erat berpegangan tangan.
Bendungan air mata terlihat di sudut mata kami masing-masing. Tatapan saya memberikan isyarat yang seakan menorehkan kata, “Jangan menangis, Mbak Patsy.”
Setelah menggengam tangan saling menguatkan, kami segera mencari VIP lounge karena untuk keluar mencari hotel tidak diperbolehkan. Terlihat Premium Lounge dalam keadaan gelap gulita.
Saya berlari ke lounge yang lain, semua tertutup karena waktu masih subuh dan lounge baru akan buka di pagi hari.
Chloe dan Sophie tidak hanya terbiasa merasakan nikmatnya hotel karena kadang saya ajarkan tidur di karpet airport atau pun menginap di hostel jika sedang business trip. Namun, dalam situasi seperti ini, empuknya tempat tidur dan hangatnya berendam air panas sangat mereka butuhkan. Tapi, usaha saya tak membawa hasil.
Tidak hanya lounge, semua restaurant dan toko pun sudah tutup. Di tengah keputusasaan, saya mencoba untuk pasrah menerima kenyataan bahwa walaupun uang ada, tapi tidak berlaku saat ini.
Mbak Patsy mengeluarkan egg tart yang seharusnya adalah oleh oleh untuk orang tuanya. “Ayo kita makan bersama. Tidak apa, besok bisa beli lagi.” Chloe pun mengeluarkan waffle cake yang seharusnya juga untuk oleh-oleh. Awalnya ia tidak mau mengeluarkan dan membuka, “Mama, this is for Broer Nigel and Papa.”
Akhirnya mereka mengiyakan, namun tetap bersikeras menyisakan setengah untuk dibawa pulang walaupun saya tahu mereka berdua masih lapar.
Makanan yang kami nikmati mampu menghangatkan tidak hanya perut saya, tetapi juga hati karena telah diaduk oleh bara api cinta mereka. #haseekkk
Uang memang punya kekuatan luar biasa, tetapi ada saatnya kekuatan uang juga terbatas. Ketika uang tak mampu mempunyai peranan, di situ kita tersadar akan cinta, ketulusan, emphaty, respect, dan manners. Semua yang bermuara pada hati adalah kekuatan yang sesungguhnya.
“Don’t think money does everything or you are going to end up doing everything for money.”
François-Marie Arouet a.k.a Voltaire
November 10th, 2019
#part4
#latepost
#throwbackstory