“Writing is how we hold on to what life’s tide tries to carry away, turning fleeting moments into treasures that stay.”
Angin siang masih terasa hangat dan ombak yang pecah di kejauhan seolah memberi jeda pada percakapan kami hingga membuka ruang bagi saya untuk larut dalam pikiran sendiri.
Saya membayangkan para penyelam itu, turun perlahan ke dasar laut lalu mencatat setiap gerakan ikan dan setiap lekuk karang hingga setiap perubahan kecil yang nyaris tak terlihat.
Papan tulis kecil di tangan mereka menjadi tempat menyimpan jejak yang mungkin tak pernah diperhatikan orang lain.
Lalu saya teringat pada diri sendiri. Bukankah saya pun memiliki papan catatan semacam itu, meski wujudnya tidak selalu tampak? Kadang berupa diary, kadang selembar kertas acak dan kadang hanya terpatri diam-diam di dalam hati.
Setiap detail kecil, perasaan singkat, percakapan sederhana, bahkan keheningan bisa menjadi catatan. Tidak harus moment yang megah, justru moment yang kecil sering kali menyimpan arti yang paling dalam.
Siang itu, di beranda terbuka yang menghadap laut, saya merasa sedang menulis di slate saya sendiri. Bukan dengan pencil yang bisa pudar, melainkan dengan perhatian yang ingin saya simpan lebih lama.
Mungkin begitulah cara kita belajar tentang kehidupan yaitu dari percakapan sederhana hingga detail kecil yang sering terlewat. Pada akhirnya semua itu dituliskan untuk menjadi jangkar yang menahan moment berharga agar tidak hanyut.
“Life is not always written in grand chapters, but in quiet margins.”
Part 33.