0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“I have always believed, and I still believe, that whatever good or bad fortune may come our way we can always give it meaning and transform it into something of value.”

Herman Hesse

 

Tak pernah saya bayangkan sebelumnya bahwa wabah covid 19 berdampak sangat besar hingga memunculkan kebiasan baru yang melompati apa yang tidak pernah saya lakukan.

 

Saya yang biasanya belasan hingga puluhan kali transit dari satu negara ke negara lain setiap bulannya tiba-tiba KABOOM ,  tidak bisa keluar untuk business trip sama sekali.

 

Border di seluruh dunia tutup dan lock down dimana-mana. Perubahan yang terasa sangat menyakitkan dan membuat saya tidak nyaman karena datang tanpa aba-aba dengan sangat cepat dan mengagetkan.

 

Selamat datang “my new life” dan mau tidak mau saya dipaksa untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru.   Salah satu contoh, saya hampir tidak pernah ke pasar tradisional, kalau pun ke traditional market  hanya disaat ke luar negeri.

 

Sejak pandemic,  komplek yang kami tinggali tidak membolehkan penjual sayur gerobak masuk. Awalnya mbak Waty yang sering ke pasar tapi saya juga ingin belajar belanja di pasar.

 

Pertama kali saya agak kagok  melihat banyaknya orang sehingga mencoba datang setelah sholat subuh tapi ternyata pasarnya tidak pernah sepi. Tak heran karena sayuran di supermarket tidak sesegar jika belanja ke pasar langsung.

 

Saya membawa list belanja dari mbak Waty, awal-awal ada saja yang membuatnya shock disaat membuka barang belanjaan saya sepulang dari pasar.

 

“Bu, ini koq daun jeruknya banyak sekali,saya tulisnya cuma 1000.” Sambil tersenyum bercampur takjub melihat daun jeruk satu kantung penuh.

“Takutnya nggak boleh dan diomelin sama penjualnya kalau beli hanya 1000, jadi beli 20.000, mbak.” Saya menjawab dengan muka polos.

 

“Pasti boleh, kan bukan buat sayur, cuma butuh sedikit tiap masak. Ini jeruknya sudah kisut. Cara mengetahui jeruk yang masih segar begini, bu. Nah ini daun pepayanya sudah tua, cara membedakannya seperti ini.” Mbak waty mengomentari satu persatu barang belanjaan  sambil tak henti tertawa kecil dan geleng-geleng kepala.

 

Saya menyimak semua ilmu dari mbak Waty sambil cengengesan. Setiap minggu, kesalahan yang saya buat semakin sedikit dan semakin terampil dalam berbelanja.

Disaat kami pada akhirnya berangkat ke Pacitan untuk mengantar mbak Waty mudik, saya sudah semakin lihai disaat harus berbelanja di pasar tradisional di Pacitan.

 

Pagi itu saya diantar ke pasar oleh Chris dan anak-anak yang baru pulang dari bermain surfing. Setelah selesai berbelanja rempah-rempah untuk membuat wedang uwuh, saya melewati penjual ayam.

 

“Hallo Pak, ini ayam kampung yah  ?”

“Iya, tenan,  ini ayam kampung.” Ia menjawab dengan  nada yakin dan langsung  menyebutkan harga ayamnya satu persatu dengan penuh semangat.

 

“Lho koq yang paling kecil malah lebih mahal ?” Saya tersenyum melihat kepolosan  dan wajahnya yang sumringah.

“Soalnya disaat mau ambil dari kandang tadi malam, eh pitik yang paling kecil  malah lari kencang sekali. Pas dikejar saya sampai menabrak tembok karena masih gelap dan terpeleset.  Nah, yang besar ini anteng, saya tangkap diam saja makanya lebih murah.” Ia tersipu malu dan setengah curhat menjelaskan alasannya.

 

Saya pun tertawa terbahak-bahak mendengar alasannya. “Baik pak, kalau begitu saya beli yang paling gesit itu saja” sambil menunjuk ayam yang terkecil ukurannya di dalam kandang tersebut.

 

Inilah alasan lain yang  sungguh saya nikmati jika berbelanja di pasar tradisional dan tidak akan didapatkan jika berbelanja di supermarket atau pun online.

 

Moment bisa bertukar cerita dengan para penjual mulai dari hal yang ringan hingga mendengarkan keluh kesah mereka.  Mungkin kesannya sepele, tapi life skill ini sangatlah penting. Saya tidak mungkin ada waktu kosong untuk mempelajari jika tidak ada pandemic.

 

Saya semakin meresapi meskipun  life for the past two years has been up and down with some personal highs and personal lows tapi the challenges are not sent to destroy me. They’re sent to promote, increase and strengthen me.

 

Dear me, thank you for always trying as hard as you can, for appreciating all the things you have, for embracing both nice and ugly feelings, for not losing faith and compassion and most of all, for not giving up.  You did great and  I love you dearly !

 

“It is not the strongest of the species that survives, nor the most intelligent; it is the one most adaptable to change.” — Charles Darwin, British naturalist.

April 7th, 2022

Bagikan ini:
error: Content is protected !!