0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“Everyone has his own sound. I am not going to presume how to tell anybody how to write”

Elmore Leonard

 

Di tengah kegelapan malam Tokyo pada bulan Maret tahun lalu, terlihat siluet kuncup bunga sakura di balik jendela yang seakan menanti bulan April untuk bermekaran dengan indahnya.

 

Romantisnya suasana dari balik jendela tak mampu menjernihkan mood saya saat itu. Saya hanya menatap kosong ke depan screen computer, tetap berusaha untuk mencoba menulis.

 

Susah, sulit, sukar, moelijk, difficult, semua kata-kata tersebut tak hentinya mendera pikiran saya. Meskipun sedang berada di salah satu negara yang memiliki internet tercepat di dunia, hal tersebut tidak mampu membantu kecepatan ketukan jemari hati saya.

 

Oh gosh, so difficult karena saya tidak pernah menulis seperti ini dalam hidup saya, kalaupun pernah ada, itu hanya lembaran surat cinta yang penuh dengan gombalan atau curahan hati yang saya tulis di zaman SMP dan SMA di dalam diary yang bisa digembok sehingga cuma saya yang bisa membaca.

 

Masih teringat jelas dalam memory percakapan saya dengan Mas Ihsan, salah satu teman saya yang super baik hati dari Palu.

 

Lamunan membawa saya kembali di saat awal kenal. Ada tulisannya yang sangat saya suka, baik dari tata bahasa maupun cara penyampaiannya sehingga saya memberikan comment penuh kekaguman akan tulisannya. Ingin rasanya saya bisa menulis sehebat dirinya.

 

Saat itu saya bertanya, “Mas Ihsan, maaf mengganggu. Saya sedang mencari ghostwriter yang tulisannya bisa sehebat mas Ihsan. Sejak zaman kuliah sampai sekarang, saya sudah keliling dunia sebagai solo traveler sehingga banyak sekali pengalaman yang ingin saya share value-nya dari semua perjalan tersebut, tapi saya tidak bisa menulis”, kata saya menjelaskan dengan nada gundah gulana.

 

Setelah kami mencoba mencari ghostwriter ternyata belum berjodoh, akhirnya Mas Ihsan menyarankan saya, “Kenapa tidak menulis saja, bisa belajar dari yang memang jago menulis yaitu Mas Jaya Setiabudi dan Kang Dewa Eka Prayoga.”

 

Saat itu juga saya tonton video dan membaca semua tulisan mereka. Setelah itu, saya lanjut menonton materi Tedx yang ada hubungannya dengan dunia penulisan.

 

Tiba-tiba lamunan saya buyar di tengah kegelisahan yang masih mendera, seketika saya langsung berfikir untuk menghubungi Mas Ihsan lagi.

”Mas Ihsan, maaf mengganggu. Setiap mau menulis bahasa aku kok lebay, bagaimana yah?”, tanya saya.

 

Mas Ihsan sambil tertawa dan berkata, “Lho memang Mbak Sarah orangnya lebay bin sanguinis kan?.”

 

Saya lalu ikut tertawa dan berkata lagi dengan agak ragu, “Tapi kalau bahasanya di mix inggris tidak apa-apa yah? Dan kalau setting-nya semua di luar negeri apakah tidak apa karena memang hampir seluruh hidup saya kan menatap awan”, tanya saya dengan bertubi-tubi mirip petasan banting yang tidak mau berhenti.

 

“Yah tidak apa-apa, sah-sah saja, orang-orang yang kenal dekat Mbak Sarah juga tahu kalau Mbak Sarah kan kenek pesawat terbang”, jawab Mas Ihsan sambil tertawa lagi.

 

Akhirnya, segala keraguan saya berangsur hilang dan saya pun melanjutkan menulis. Tak terasa jadi juga satu tulisan, memang masih jauh dari sempurna tapi hati saya seakan dialiri oleh gemericik air yang mampu menyejukkan sampai sanubari yang terdalam.

 

Dengan berjalannya waktu dan semakin sering menulis dengan bimbingan mas Ihsan tentunya, saya akhirnya mengambil kesimpulan bahwa setiap orang mempunyai karakter tulisan masing-masing, dan dengan menulis sendiri rangkaian kata tersebut lebih bernyawa dan ada soul-nya karena sayalah yang mengalami kejadian dalam cerita tersebut.

 

Tak ada yang salah jika menyewa ghostwriter karena mungkin banyak ghostwriter yang tentunya sangat berpengalaman dibandingkan saya yang sama sekali belum pernah menulis.

 

Namun saya beruntung akhirnya tidak memakai jasa ghostwriter karena banyak hal positif yang bisa saya petik, salah satu yang paling berkesan adalah saya jadi kembali membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia dan makin menyadari bahwa Bahasa Indonesia itu sangatlah indah.

 

March 4th, 2017, tanggal tersebut akan selalu terpatri dalam diri saya karena hari itu adalah hari di mana tulisan pertama saya selesai walaupun prosesnya harus jungkir balik dan salto kanan kiri.

 

Tulisan pertama tersebut yaitu Ksatria Baja Hitam adalah tulisan yang betul-betul menggambarkan suasana hati saya saat itu, di mana saya ingin selalu berubah ke arah yang lebih baik.

 

Ternyata semua orang bisa menulis dan tidak ada yang lebih bisa menulis kehidupan kita selain diri kita sendiri karena touch-nya ada di hati yang mengalami.

 

Terima kasih, mas Ihsan, my mentor.

 

“Apa yang keluar dari hati akan di terima oleh hati.”

Mas Ihsan Musthofa

 

April 9th, 2018

 

tokyo

Bagikan ini:
error: Content is protected !!