“Every year I make resolution to change myself. This year I am making resolution to be myself.”Unknown
Rangkaian lagu kerinduan selalu berdenting lembut didalam lubuk hati setiap berada nun jauh dari kota ini, Makkah al-Mukarramah. Sebelum pandemic saya sempat kembali melakukan perjalan umrah dan berada disana selama hampir sebulan bersama mama, Chris, Nigel, Chloe dan Sophie. Salah satu spot favorite di sore hari adalah dilantai teratas dari masjidil Haram, ruangan terbuka beratapkan syahdunya langit Mecca.
Disana kami bisa menikmati keindahan sekeliling bertemankan cahaya mentari yang perlahan-lahan tergelincir . Tak lama sumber cahaya di gantikan oleh gemerlapnya cahaya bulan yang dikelilingi oleh kumpulan kerlipan bintang yang menyebar dengan anggunnya.
Suasana semakin romantic dengan tambahan cahaya yang paling mencolok dan tak bisa dielakkan dari bangunan, yang menjulang megah setinggi 607 meter. Itulah Royal Clock Tower, yang mengingatkan saya dengan Big ben di London karena fiturnya yang hampir sama.
Menatap tower ini selalu membawa saya ke lorong waktu kembali ke zaman kuliah di Inggris. Dimana hampir setiap hari saya berjalan perlahan dari water loo station menyusuri sungai Thames dan mata saya bisa bebas menikmati Big Ben, tak jauh dari gedung antik Marriot hotel yang dulunya adalah balai kota London.
Walaupun mirip, ukuran jam di Royal Clock ini 35 kali lebih besar dan baru dibangun sekitar 150 tahun setelah Big ben . Ketinggiannya pun hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan Menara Eiffel di Paris, Perancis. Saya terbuai akan keagungan sebuah maha karya dan tak pernah bosan menatapnya. Decak kagum tak henti keluar dari mulut.
Tower ini terlihat sangat jelas karena jaraknya hanya sekitar 200 meter dari tempat saya duduk. Lokasinya tepat berada diseberang pintu masuk utama yaitu Gerbang King Abdul Azis. Empat sisi jam dengan bagian muka dan belakang lebih besar daripada bagian samping kiri dan kanan membingkai sempurna pucuk tower. Mosaik emas menghiasi dan cahaya kemilau hijau bagaikan bongkahan batu emerald melingkari deretan angka seputih kilauan mutiara.
Konon fungsi utama tower ini adalah untuk memberi tahukan waktu pada seluruh penghuni kota Mecca sehingga designnya dibuat agar bisa terlihat hingga jarak 12km pada waktu siang hari dan cahaya hijaunya bisa terlihat hingga 17 km pada malam hari. Sungguh mengagumkan.
Ditengah keasyikan mengamati tower, tiba-tiba tangan mungil Sophie mengguncang pundak saya dan setengah berbisik berkata” Mama, can I go to papa and broer ?” sambil menunjuk ke barisan terdepan.
“Of course you can, my beloved pinky girl “. Saya menatap Sophie sambil tersenyum karena melihat dia hari ini berpakaian pink dari ujung kaki sampai ujung rambut. “ Mama, I love pink and I don’t care jika saya terlihat berbeda dari yang lain. I love being me, Sophie Afraa Beekmans” menepuk dadanya dengan penuh percaya diri lalu beranjak pergi sembari melepaskan senyum manisnya.
Setelah hampir dua tahun detox dari social media, saya bisa punya waktu untuk menyelami banyak hal dengan melakukan self-talk . Termasuk barisan kata-kata yang keluar spontan dari mulut Sophie yang belum bermakna saat itu dan setelah berbulan-bulan akhirnya saya bisa menyerap maknanya hingga ke sari patinya.
Di balik kepolosan jawabannya, Sophie telah mengajarkan saya apakah self love yang seharusnya saya praktekkan. Ia mencintai sesuatu walaupun itu membuatnya berbeda dari orang lain. Ketidak peduliannya akan pendapat orang lain, menunjukkan ia mempunyai self esteem yang sehat karena ia merasa nyaman dengan diri sendiri, bukan merasa lebih sempurna dari orang lain disekitarnya.
Selain itu kepolosan pikiran membuatnya tidak mudah menjudge dirinya sedangkan hal sebaliknya yang terjadi pada saya. Kerap kali diri saya sendiri adalah pengkritik terbesar. Jika dilakukan secukupnya, kritik itu tentunya bagus , namun ada saat saya mengkritik diri terlalu berlebihan .
Self-esteem, hanya melihat pada sisi positif diibaratkan pendaran cahaya dan inner critic hanya melihat pada sisi negatif diibaratkan secercah bayangan. Diri saya adalah perpaduan keduanya, cahaya dan bayangan. Layaknya Royal Clock tower yang mempunyai cahaya dan bayangan dan perpaduan itulah yang membuatnya terlihat sempurna.
Disinilah saya menyadari pentingnya Self-acceptance karena dengan self-acceptance saya bisa tahu diri saya seutuhnya. Semuanya perlu saya embrace, cahaya dan bayangan. Tidak akan ada self love tanpa terlebih dahulu melakukan self-acceptance. Yes, I’m perfect in my imperfections and beautiful in my own way because I’m me.
“New year, new me ! No darling, you’re already beautiful in your own way. Don’t change it.”Unknown
Dec 31st , 2021