“You wouldn’t walk up to a stranger and ask them to be your friend. It’s the same concept with mentorship and why you shouldn’t email a complete stranger and ask them to be your mentor. Do this and they’ll most likely ignore you. Why? For the same reason you wouldn’t cold email a stranger and ask them to be your friend. “
Simon Sinek, the author of “Start with why” and “The infinite game”
Ribuan kata tak akan cukup untuk mengungkapkan alasan mengapa Bali will always have a special place in my heart. Sungguh tidak mudah untuk mengungkapkan betapa so madly in love-nya saya dengan Bali lewat guratan kata atau pun secara lisan.
Sejak tinggal di Bali , setiap hari selalu ada percikan rasa damai mengalir sejuk di sanubari. Sungguh istimewa dan hal teristimewa adalah orang-orang bali itu sendiri.
Disaat acara adat, wanita Bali semakin terlihat memesona dan anggun dibalut kebaya yang selalu dipadukan dengan selendang yang diikat seperti sabuk. Bahan renda adalah pilihan yang cukup populer dengan aneka warna yang menawan. Tak lupa mereka menyelipkan bunga cempaka atau pun kamboja diatas telinga. Stunning !
Para pria Bali pun terlihat sangat gagah disaat mengenakan safari putih dan hiasan kepala tradisional yang disebut udeng. Adorable !
Export coaching program yang diadakan oleh pemerintah Belanda di adakan di Bali setiap bulannya selama setahun penuh. Di hari pertama kelas, saya dan Mbak Yovi memilih posisi duduk bersebelahan. Sepanjang kelas kami tak henti berbisik-bisik saking excitednya membahas ilmu baru yang kami terima hari itu.
Akhirnya esok hingga setiap coaching berikutnya, posisi duduk kami selalu dipencar , tidak boleh berdekatan ,tujuannya agar tidak sibuk diskusi sendiri. Setiap break untuk coffee time atau lunch, bisik-bisik itu kami lanjutkan . Di saat waktu break habis, kami pun mengucapkan salam perpisahan seakan ingin pergi jauh , padahal tetap dalam satu ruangan dan hanya di pisah beberapa kursi .
“See you, Sarah”. “Sampai jumpa mbak Yov” dan kami pun melambaikan tangan dan berjalan pisah ke meja masing-masing. Disalah satu sesi kelas, Mbak Ayu yang sebelumnya sudah saya kenal sewaktu pameran di Hong Kong mengajar tentang costing untuk menghitung biaya container.
Disaat makan siang , mbak Ayu terlihat di restaurant sehingga kami pun menghampiri. Saat itu tak sedikitpun terpikir kalau ingin menjalin pertemanan lebih dekat agar dia bisa menjadi mentor .
Bagaimana mau bermimpi sejauh itu sedangkan saat itu masih jungkir balik untuk keep up dalam proses berubah wujudnya kami sebagai furniture dan home décor company demi syarat agar bisa ikut ECP ini.
Pertemanan kami pun semakin erat dengan berjalannya waktu. Anak mbak Yovi yaitu Ajeng dan Dion juga anak saya yaitu Nigel , Chloe dan Sophie pun semakin akrab dengan aunty Ayu-nya.
Apalagi ia mempunyai aura loveable sehingga Sophie dan Chloe tak segan gelendotan manja disaaat ia menata rambut mereka dengan model ala princess .
Kami pun bahkan sempat beberapa kali pameran bertiga keluar negeri disaat masa coaching yang setahun tersebut.
Mbak Ayu sangat sabar membimbing kami yang saat itu masih sangat junior dengan pengalaman export hanya kebeberapa negara, tidak bisa dibandingkan dengan ia yang sudah sangat mendunia wilayah exportnya.
Kami sangat beruntung mbak Ayu ada di masa kami jungkir balik bahkan sampai sekarang pun ia adalah tempat kami bertanya.
Ilmu dan pengalaman dari seorang yang tidak hanya pakar export tapi praktisi senior yang jam terbangnya sudah sangat tinggi tentu akan sangat beda diserapnya apalagi bagi kami yang didalam kelas hanyalah new kids on the block.
Dearest Mbak ayu, from weakness to strength, from grass to grace and from nothing to something, we will forever be grateful to you. Thank you for the friendship and being our mentor.
“Mentorships are a relationship, like a friendship. They gradually build over time. Both people have to invest in building the relationship. And both people have to benefit from it. The same like friendships, they gradually build over time. They require both people to invest in the relationship and to get value out of it. You’re a stranger to them, and you’re asking for something very precious – their time. But they don’t know how you operate, so you have no credibility. So it’s unclear how they can get value out of the relationship, or if it’s a good investment of their time to help you”
Simon Sinek, The author of ” Start with why” and ” The infinite game”
March 5th, 2022

