“Doing the right thing for someone else was like a tonic for me. It was like some magic ointment that made a wound disappear.”
– Susie Bright
Pertama kali ke Nanning, saya menghubungi salah satu teman jika mempunyai informasi one bedroom apartment yang letaknya tidak jauh dari venue tradeshow. Ia memberikan contact number Stephanie yang fluent berbahasa Inggris karena bekerja di perusahaan America di sana.
Stephanie menyambut dengan hangat saat saya tiba. “Kamar tidur kamu dimana ?” Menoleh ke sekitar mencoba mencari extra room namun tidak ada sehingga saya menyimpulkan ia tidur di sofa ruang tamu.
Saya terheran saat malamnya Stephanie tak terlihat, padahal satu jam yang lalu masih bercengkerama saat ia baru saja pulang dari kantor. Keesokan paginya terdengar suara keras dari balik dinding dan tercengang saat tiba-tiba Stephanie seakan keluar dari balik dinding.
“Stephanie, kamu sedang apa di balik dinding ?”
“Hello Sarah, ini sebenarnya tempat penyimpanan perkakas tapi saya jadi kan bedroom.” Membuka pintu lebar dan saat saya melongokkan kepala, terlihat ruangan kecil berlangit rendah dengan satu single bed dan meja sudut.
“Kenapa tidak tidur di sofa bed saja ?”
“Saya tidur di ruangan kecil ini karena kamu telah membayar one bedroom apartment sehingga seluruhnya adalah hak kamu. Kewajiban saya untuk memenuhinya dan itu prinsip saya.”
“Tapi prinsip yang menyusahkan diri kamu sendiri dan saya tidak masalah jika kamu ingin tidur di sofa bed.” Saya akhirnya tertegun karena ia tetap bersikeras melaksanakan prinsip hidupnya yang terkesan sepele tapi susah untuk dilaksanakan.
“Doing the right thing is often more important than choosing an easy path for oneself.”
