0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“The mind is like water. When it’s turbulent, it’s difficult to see. When it’s calm, everything becomes clear.”

 

Pagi itu saya dan Sophie berjalan menyusuri pantai sepanjang dermaga Star Ferry di Tsim Sha Tsui. Sayup-sayup sampai annoucement dari speaker yang memberitahukan kalau kapal akan menambatkan jangkar tanda akan segera berlabuh.

 

Tali besar segera dilempar dari atas kapal oleh para kelasi dan ditangkap oleh  petugas dermaga untuk diikatkan di tonggak baja. Diiringi oleh teriakan riuh mereka seakan merobek dengan syahdu keheningan pagi, tali berhasil terikat dan kapal teronggok dengan cantik di bibir dermaga.

 

Saya dan Sophie  bersiap untuk menaiki kapal diantara  hiruk pikuk para penduduk local dibalik pagar yang masih ditutup. Kami menunggu dengan sabar para penumpang turun terlebih dahulu sebelum dibolehkan untuk memasuki kapal.

 

Ditengah kesibukan kami menikmati suasana pagi, tiba-tiba seorang  anak kecil terlepas dari pegangan ibunya dan terpeleset. Sang ibu dengan  sigap melempar tas besar yang sedari tadi ditenteng dan langsung meraih dengan kedua belah tangan ke arah anaknya yang hampir saja tercebur ke dalam air.

Semula ibunya terlihat panik namun cepat tanggap dengan situasi untuk langsung menolong anaknya. Lututnya tergores penuh darah kental yang terus menetes namun ia kembali berhasil menguasai suasana, membersihkan tanpa mengeluh walaupun meringis perlahan.

Cuplikan singkat itu mengajarkan saya betapa powerfulnya pikiran yang tenang terutama dalam suasana kritis. It’s true, if the mind is trained to be calm, it might be upset for a little while but it will quickly be able to come back to its calm state.

“By staying calm, you increase your resistance against any kind of storms.”

 

 

Bagikan ini:
error: Content is protected !!