0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“When you parent, it’s crucial you realize you aren’t raising a mini-me, but a spirit throbbing with its own signature. For this reason, it’s important to separate who you are from who each of your children is.”

Dr. Tsefali Tsabary

 

Salah satu adik saya yang bernama Uly, baru saja menyelesaikan S1 dan ingin melanjutkan S2 di Australia. Agar persiapannya lebih paripurna Ia memutuskan untuk les bahasa Inggris terlebih dahulu.

 

Setelah mendapatkan restu dari badan donatur yang sama dengan saya, yaitu IMF (Iuran Mother and Father), Uly melakukan survey kemana selanjutnya Ia harus melangkahkan kakinya.

 

Saya berusaha dengan segala rayuan agar tinggal satu negara dengan saya tapi Ia tetap berpendirian teguh ingin yang lebih jauh. Ia lebih memilih les bahasa Inggris di Vancouver, Canada, alasannya agar lebih mandiri. Canada, negara yang jaraknya butuh setengah dunia untuk mengelilingi dari kampung halaman kami tercinta, Indonesia.

 

Waktu itu saya sedang kuliah di Inggris, saya kembali ke Indonesia khusus untuk menjemput dan mengantar adik saya ke Canada. Setelah seminggu di sana, saya berencana untuk kembali lagi ke Inggris. Sebenarnya dia bisa berangkat sendiri, tapi namanya cinta seorang kakak, walaupun mungkin cintanya tidak sepanjang jalan, tapi setidaknya lebih panjang daripada galah. #eaaaaa

 

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang selama lebih dari 24 jam termasuk transit, akhirnya kami sampai juga di Vancouver, kota dengan pelabuhan indah di bagian barat Canada. Menurut saya, kota ini sangat nyaman di hati, karena jika melihat pantai terutama di saat sunset hati saya paling gampang lumer. #ini hati atau mentega

 

Dalam perjalanan menuju imigrasi, saya menatap adik saya yang tampak gagah dan berdiri tegap ketika memanggul tas ransel di punggungnya.

 

Adik saya telah tumbuh menjadi lelaki dewasa yang sangat mempesona, dengan rambut hitam lebatnya dan tatapan tajam matanya yang mampu menusuk sukma. Aura wajahnya yang rupawan mengingatkan saya akan wajah ganteng papa saya yang menurun ke wajahnya. #promosi lelaki ganteng

 

Sesampainya di imigrasi, kami lalu berbaris rapi. Di saat tiba giliran kami, saya dan adik saya maju bersamaan. Petugas imigrasi lalu memeriksa visa student adik saya lalu memberikan stempel, setelah itu memeriksa passport saya.

 

Dia membalik lembar demi lembar passport yang sudah hampir penuh oleh banyaknya stempel dan visa dari banyak negara, dan dengan wajah agak kebingungan dia bertanya, “Hmm, kamu sebenarnya tinggal di Indonesia, di Inggris atau di mana? Izin tinggal kamu di Inggris tapi ticket kamu berangkat dari Indonesia”, tanya bapak petugas imigrasi.

 

“Saya tinggal di Inggris dan orang tua kami tinggal di Indonesia. Saya dari Inggris pulang ke Indonesia khusus menjemput adik saya untuk pergi ke Canada bersama, setelah itu saya kembali lagi ke Inggris”, kata saya menjelaskan ke bapak petugas imigrasi.

 

“Woww, kalian tinggal saling berjauhan? Kenapa kamu tidak pindah ke Canada saja?”, tanya bapak petugas imigrasi.

 

“Saya menikmati tinggal di Inggris dan adik saya juga sepertinya akan menikmati tinggal di Canada karena itu pilihannya. Orang tua kami menyerahkan semua keputusan di tangan kami, mereka mendukung apapun itu”, jelas saya.

 

Hmmm, you are lucky. I am a parent myself, butuh jiwa yang besar untuk melepaskan anak ke negeri yang jauh demi untuk mengejar cita-cita yang bebas dipilih oleh kalian”, jelas bapak petugas.

 

Percakapan tersebut membuat saya semakin menyadari betapa orang tua saya tidak pernah membebani saya dengan dengan cita-cita maupun tujuan hidup yang mereka paksakan.

 

Mereka tidak pernah mendoktrin sesuatu yang bukan panggilan hidup anak-anaknya. Tak pernah menerangkan bahwa sebuah kesuksesan dinilai berdasarkan jenis pekerjaan maupun jurusan pendidikan tertentu.

 

Tak pernah sekalipun keluar dari mulut mereka bahwa pekerjaan mereka sebagai dokter akan dianggap jauh lebih bergengsi ketimbang menjadi seorang pengusaha atau karyawan.

 

Mereka selalu berkata bahwa kamilah yang menjalani pilihan tersebut dan bertanggung jawab penuh atas apa yang kami pilih. Jika ada pemaksaan, kalaupun sukses, tentu saja akan membuat saya tak akan bahagia.

 

Bukankah mematikan keinginan anak sama dengan mengebiri aspirasinya? Karena kebahagiaan itu adalah melakukan apa yang merupakan panggilan hati.

 

Skenario hidup memang tak lepas dari tiga komponen: pilihan diri sendiri, arahan orang tua, dan campur tangan Allah.

 

The most valuable lesson you can teach your children is that life is about the unfolding of the conscious self.”

Dr. Tsefali Tsabary

 

https://www.sarahbeekmans.co.id/behind-the-brand/

http://www.sarahbeekmans.com/

March 9th, 2018

 

vancouver vancouver vancouver

Bagikan ini:
error: Content is protected !!