“When you truly listen, even silence has a story to tell.”
Di bawah langit Brunei, saya sesekali menikmati pemandangan di jendela. Celoteh dari tiga wanita di meja terus berlanjut, bergulir dari tawa ringan hingga percakapan yang lebih serious. Saya lebih banyak diam, bukan karena tak ingin bicara, tetapi karena ada sesuatu yang lebih berharga dalam mengamati.
Banyak pelajaran tidak ditemukan dalam buku atau tertulis rapi dalam kata-kata. Kadang, ia terselip di meja makan seperti saat ini, dalam percakapan yang silih berganti, dalam isyarat yang hadir di antara diam, dan dalam cara mereka memilih kata atau menahan ucapan.
Life lesson tidak selalu datang dalam bentuk petuah panjang. Ia sering kali tersembunyi dalam tatapan yang mengandung lebih banyak makna daripada kata-kata, dalam jeda yang terasa berat sebelum seseorang melanjutkan cerita, dalam helaan napas yang seolah menyimpan sesuatu yang tak terucap.
Setiap perjalanan mengajarkan saya untuk lebih peka dalam mendengar bukan hanya dengan telinga, tetapi dengan hati yang mampu memahami dan mata yang dapat membaca isyarat-isyarat halus yang tak diungkapkan.
Seperti tawa ringan di meja ini yang terdengar biasa, tetapi dalam sorot matanya tersimpan sesuatu yang lebih dalam. Seperti jeda yang menggantung di udara, seolah ada kata-kata yang ingin diucapkan, tetapi tertahan di antara keberanian dan keraguan.
Atau seperti tangan yang perlahan membetulkan ujung kerudung, bukan sekadar merapikan kain, tetapi mungkin juga sedang menata perasaan yang masih ragu untuk diungkapkan.
Saya berada di meja ini hanya sesaat, tetapi begitu banyak makna yang tersampaikan tanpa harus dicari. Pada akhirnya, ini bukan hanya tentang apa yang diceritakan, tetapi tentang bagaimana kita menangkap makna di baliknya dan merangkai kesimpulan kita sendiri.
“We learn more from listening than we do from speaking.”
Part 18.