“Without self-awareness we are as babies in the cradles.” – Virginia Woolf
Mentari dengan pendaran orange keemasan dan angin sepoi-sepoi bertiup lembut saat menyelusuri jalan setapak berbatu yang membelah Whitworth park. Saya mengarahkan langkah kaki melewati pohon-pohon maple yang menjulang tinggi yang memberikan keteduhan.
Waktu berjalan dengan cepat saat menikmati angin sepoi-sepoi sembari memberi kacang pada kerumunan squirels. Saya melirik jam yang melilit di pergelangan tangan kanan , tak lama lagi Arsyl yang sedang berkutat di John Rylands university library akan segera datang.
Tak jauh dari tempat saya duduk, seorang pria tinggi dengan rambut dark brown yang tampak rapi duduk dengan posisi tepat dihadapan. Sorot matanya tajam dan saat berbicara dengan nada lantang, ada sinar keyakinan yang tidak bisa dipungkiri.
Namun, di balik semua itu, tersembunyi sifat arogansi yang membuat saya yang mendengar dari kejauhan pun merasa tidak nyaman. Setiap kali ia membuka mulutnya untuk berkomentar, nada suaranya selalu penuh dengan kesombongan, seolah-olah ia adalah satu-satunya yang benar.
Ekspresi wajahnya penuh percaya diri, namun terlihat jelas bahwa ia tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya. Perempuan muda di hadapannya terlihat kesal karena tak diberi kesempatan untuk berbicara.
Di saat itu, pikiran saya mulai berputar dan teringat beberapa moment ketika saya sendiri bersikap arrogant dan merasa lebih tahu dibandingkan yang lain . Mungkin tanpa saya sadari saat itu pun tidak memberi ruang bagi orang lain untuk menyuarakan pendapat mereka.
Pemandangan tersebut membuat saya jadi menelaah kembali diri sendiri untuk menjadi pengingat bahwa rendah hati dan self-awareness tidak hanya bisa memperat hubungan dengan orang lain, namun juga membuat hidup lebih meaningful dan hati diliputi oleh kehangatan penuh damai.
“Self awareness is the ability to take an honest look at your life without any attachment to it being right or wrong, good or bad.” – Debbie Ford