“Refinement isn’t in what you wear, but in the quiet way you move through the world.”
Exhibitor yang lain masih sibuk menata meja, sementara suara roda trolley dan lipatan cardboard terdengar di sudut-sudut ruangan yang perlahan mulai hidup.
Tak lama kemudian, lampu utama menyala, tanda bahwa pintu trade show resmi dibuka. Suara langkah kaki mulai terdengar, bercampur dengan sapaan ramah dan aroma coffee berpadu dengan tea yang dibawa para pengunjung.
Di tengah arus orang yang mulai memenuhi lorong, seorang wanita tua dengan kursi roda, perlahan menuju booth Mbak Patsy. Rambutnya putih keperakan dan setiap gerakan kecil kepalanya diikuti dua assistant muda yang sigap di belakang.
Ia tak mengenakan banyak perhiasan, hanya seuntai kalung dan gelang polos yang sekilas tampak sederhana, namun kilau berlian di sana berbicara tanpa perlu banyak cahaya.
Kain yang membalut bahunya jatuh lembut, berpola classic dan berwarna teduh. Wanita tua itu berhenti di depan meja, matanya menelusuri batu-batu dan mutiara yang tersusun rapi.
Di seberangnya, tangan Mbak Patsy masih sibuk merapikan lilitan kawat di ujung kalung yang baru selesai ia buat. Sesekali ia tersenyum kecil, sementara perempuan tua itu memandanginya dengan tatapan yang dalam.
Meski tampil sederhana, terpancar keanggunan yang tidak dibuat-buat. Bukan kemewahan yang mencolok, melainkan kemewahan yang sudah menjadi bagian dari dirinya, seperti napas yang tak perlu diingatkan lagi untuk ada.
“True elegance is when your presence soothes, not dazzles.”
Part 7.
