0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“Letting go takes a lot of courage. But once you let go, happiness comes very quickly” Thich Nhat Hanh

 

Setelah buyer meeting di Ho Chi Minh City selesai ,saya bersiap untuk berangkat ke Danang keesokan harinya.  Saya sengaja mengambil satu hari extra untuk bisa  ke Tu Hieu Pagoda yang terletak  diluar kota Hue, dimana Thay Thich Nhat Hanh bermukim. Hue sendiri terletak sekitar 100 km dari Danang atau sekitar 3 jam perjalanan.

 

Beliau adalah pemimpin spiritual, poet dan mindfulness master yang saya idolakan sehingga saya berusaha untuk bisa ke temple dimana beliau bermukim.  Walaupun kesempatan untuk bisa bertemu langsung sangat kecil namun saya bersikeras ingin kesana.

 

Saya membooking private tour full day dengan motor bike yang ternyata adalah type moge, bukan ukuran moped yang biasa ada di jalan raya Vietnam.  Saya memberitahukan kalau ingin langsung di antar ke Hue, tanpa semua acara touristic seperti cooking class atau snorkeling.

 

Saya pun tidak peduli apakah akan melewati The Hải Vân Pass atau ocean cloud pass , jalur yang sangat breathtaking dari Danang menuju Hue. Saya juga menolak untuk ke marble mountain karena akan memperlama waktu saya untuk tiba di pagoda.

Setelah sampai di Bandara Danang, dari kejauhan sudah terlihat sang driver tinggi besar memegang papan nama “ Sarah Beekmans ” dan nomor pesawat saya saat itu.

 

Senyum ramah tersungging dibalik kumis tebalnya yang garang. Ia memakai jaket kulit dan sepatu boots selutut, seperti layaknya gaya para rider moge .  Saya melambai dan ia menyerahkan full face helmet, probiker gloves,  serta knee dan elbow pads. “Wah kontras sekali dengan sandal jepit saya”sambil nyengir, namun tetap memakai semua dengan tanpa peduli apakah matching atau tidak.

 

Ia tertawa terbahak dan menggelengkan kepala sambil tangannya sibuk mengikat tas yang berisi baju di bagian depan motor dan ransel dibagian belakang.  Kami pun berangkat menuju Hue ditemani angin sepoi-sepoi. Ditengah perjalanan, kami  berhenti untuk minum kopi sekalian sarapan bersama. Ketika saya turun dan menengok ke belakang, tas sudah hilang, tidak tahu kapan jatuhnya.

 

Saya berteriak histeris dengan panik , “My passport!” Air mata langsung bersimbah tanpa putus dengan derasnya dari seluruh penjuru mata.Yang pertama muncul di pikiran bukan dompet dan segala isinya tapi passport. “Binh,  my passport. My passport.”

 

Let’s go , mari kita balik telusuri jalanan dari airport sampai kesini ,semoga masih ada “ . Ia memelankan motor agar kami bisa menelusuri secara perlahan namun tidak ketemu.

 

Mata terasa semakin perih karena sedari tadi menangis dan mengering dengan sendirinya karena tertiup angin bercampur debu. Akhirnya kami kembali ke café tempat kami sarapan. Saya berjalan dengan lunglai dan duduk mencoba menikmati kopi dengan tetap meratap.

 

Ia tersenyum, “Miss, may I ask, kamu kenapa begitu santainya memakai sandal jepit walaupun tidak matching dengan rider gear kamu ?”

“Yah karena saya tidak peduli dengan self image. Saya sudah sering pakai sandal jepit kemana-mana ,sampai ke Hongkong atau pun Las Vegas. Lebih enak daripada harus pakai sepatu.” Menjelaskan dengan nada lirih dan suara tercekat karena masih memikirkan passport.

 

Exactly, semua barang didunia ini adalah self image, termasuk your passport, miss.” Saya terhenyak dan hampir tersedak karena kalimat itu muncul disaat saya sedang menyeruput kopi. It’s true, saya lebih memikirkan betapa cool-nya  disaat menenteng passport yang penuh dengan stamp dari banyak negara dan visa multiple entry yang juga berderet.

 

Hati saya langsung terasa seringan kapas detik itu juga. Kami berjalan keluar dan tidak jauh dari motor terlihat tas  tergeletak di aspal dengan masih terikat namun sudah berubah warna jadi abu-abu karena terseret sepanjang jalan. Saya berteriak “oh tas saya”. Binh lalu berkata, “Huh ? not my passport anymore ?”

 

Kami melanjutkan perjalanan menuju Hue, berharap bisa bertemu dengan sang idola yang  sangat saya respect.  Kini beliau telah tiada. I should thank him for the way he has touched my life.  Thank you, Thay Thich Nhat Hanh. Although you will never read these words, my respect always be with you. Rest in love, the father of mindfulness.

 

Letting go is an ongoing practice, one that can bring us a lot of happiness. Letting go gives us freedom, and freedom is the only condition for happiness. If, in our heart, we still cling to anything – anger, anxiety, or possessions – we cannot be free.” Thich Nhat Hanh

January 23rd, 2022

Bagikan ini:
error: Content is protected !!