We are all more blind to what we have than to what we have not.”
– Audre Lorde
Langit terlihat mendung ditemaramnya senja namun hati saya bersinar seterang lentera mercusuar. Alunan kicauan burung saling bersahutan ikut berdendang mengikuti alunan hati yang sedang berbunga-bunga.
Tak henti senyum menghiasi wajah disaat distributor menyampaikan good news walau pun ada minor koreksi yang berhubungan dengan packaging.
“Perfect untuk tastenya. Namun kami ada beberapa input agar product ibu memenuhi syarat masuk ke saluran distribusi premium kami. Pertama, expiry date dan kode produksi tidak boleh di tempel pakai label putih seperti ini, harus di stamp langsung di packaging. Kedua, memasukkan barcode GS1 di packagingnya.” Menunjuk label putih yang terpasang di packaging.
“GS1 itu apa, Pak ?” Sembari mengeryitkan kening karena sebagai pemain baru di food industry, istilah tersebut belum pernah saya dengar sebelumnya.
“GS1 adalah sistem penomoran barcode pada supply chain yang diterima di seluruh dunia, bu Sarah. Nanti saya berikan contact GS1 cabang Indonesia dan ibu harus daftar sebagai anggota untuk mendapatkan barcode number pada setiap productnya. Ada registration fee, monthly fee dan yearly fee, semua berdasarkan jumlah barcode yang ibu butuhkan.”
Setelah video call, saya langsung menghubungi staff GS1 dan diberikan formulir pendaftaran serta melengkapi segala official documents.
Dua mingggu setelah permohonan diapproved, ia memberikan briefing singkat mengenai mengapa GS1 digunakan oleh perusahaan multinasional hingga merek-merek terkenal, tidak hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia.
Ia juga mengajarkan bagaimana membuat penomoran berstandar global yang menggunakan RFID untuk ditempelkan di label product. Pembuatan nomor barcode pertama selesai dan menambahkan barcode tersebut ke design label yang lama.
Disaat label datang keesokan harinya, saya tercekat dan tak henti menatap label tersebut dengan penuh kekaguman .
Menikmati moment rasa kagum tersebut membuat saya seperti menembus ruang waktu dan kembali ke moment disaat pernah berdiri mengagumi setiap jengkal goresan cat yang sangat delicate dari ‘Monalisa’ di the Louvre Museum, Paris.
Sorot mata dan senyuman Monalisa yang stunningly beautiful mampu melewati kaca anti peluru dan menembus langsung to my heart. Rasa yang sama kini kembali terasa disaat memandangi label barcode tersebut.
Tak terasa ternyata anak-anak sudah berada disamping dan mengamati tingkah polah saya yang terlihat aneh.
“Broer, Zus, Sophietje, check out this label, barcodenya bikin tambah cantik yah. Ini bisa dipakai sampai ke negaranya tante Esther.” Dengan mata berkilat dan nada sangat excited.
“Sweet, good for you mama.” Sembari tertawa melihat ekspresi saya layaknya anak kecil yang mendapatkan balon kesayangannya.
Moment singkat disaat menikmati hal kecil yang kesannya remeh temeh bagi sebagian orang, namun sangat berarti bagi saya. Setiap saat saya harus berusaha menikmati untaian kebahagian-kebahagian kecil.
Contoh hal kecil lain yang kadang bisa luput dari pandangan mata yaitu tidur di seprai yang baru saja diganti, menjadi orang pertama di antrian bank atau bahkan memperhatikan rintik hujan yang jatuh membasahi bumi.
Semua moment itu akan membuat suatu harmoni yang nadanya mampu menghangatkan hati jika mau meluangkan waktu untuk menikmatinya dengan segala kerendahan hati.
Dulu saya berpikir, saya harus melakukan sesuatu yang besar agar bisa turut serta mengubah dunia ke arah yang lebih baik. Namun saat itu saya gagal menyadari bahwa hal yang besar itu berasal dari rangkaian hal-hal kecil yang tampaknya sepele dan seakan tidak apa-apa jika melewatkannya.
Saya belajar banyak dari mengamati kemegahan samudra yang terbentang luas di muka bumi. Samudra tersebut pada hakikatnya adalah kumpulan tetesan kecil air yang selama ini nyaris tidak pernah saya pedulikan dan hanya berfokus pada deburan ombak yang menggulung.
Hidup bukan hanya tentang hal yang besar. Hidup ini terdiri dari jutaan hal kecil yang mungkin lebih dari separuhnya pernah saya abaikan karena berfocus pada tepuk tangan meriah dan luapan perhatian dari semua orang atas prestasi besar.
Ego tersebut bisa membuat saya berpikir bahwa planet akan selalu mengitari diri saya dengan setia. Semakin sering merayakan segala hal kecil yang saya miliki, I feel more grounded and present. Bukankah the real happiness comes in sips, not gulps ?
“Be grateful for all the little things that you already have while you pursue your goals. If you aren’t grateful for what you already have, what makes you think you would be happy with more.”
Unknown
April 8th, 2022

