“A small, thoughtful act is often all it takes to make someone feel seen, valued, and loved.”
Senja perlahan menyelimuti langit saat kami bersiap meninggalkan venue. Kardus yang tadi berserakan kini tertata rapi, kursi kembali ke tempatnya, dan alat display tersimpan aman dalam koper. Tak ada lagi jejak kesibukan selain sisa keringat yang mengering di kulit.
Chloe tetap membantu sebisanya, meski langkahnya mulai melambat. Richard mengangkat kardus terakhir berisi brochure yang akan diletakkan di main booth bertuliskan “Indonesia” esok hari. “Sudah siap pulang?” tanyanya, menatap kami yang masih sibuk memastikan tak ada yang tertinggal.
Saya mengangguk, menepuk bahu Chloe yang menguap kecil. “Time to go home, Sayang.” Kami melambaikan tangan ke Mbak Patsy, dan Chloe ikut serta, suaranya lembut namun bersemangat. “See you tomorrow, Tante Patsy.”
Perjalanan pulang terasa lebih lambat, bukan hanya karena lelah, tapi juga karena ada kepuasan yang mengisi setiap langkah. Chloe menggenggam tangan saya erat, jari-jarinya yang mungil terasa hangat di telapak saya. Matanya masih berbinar, meskipun tubuhnya mulai terlihat letih.
Di tengah perjalanan, kami mampir ke 7-Eleven. Saya memilih beberapa buah potong, roti, dan susu, sementara Chloe berjalan ke aisle lain. Saya sempat mencarinya sampai ia muncul kembali, membawa beberapa kotak tea berlogo 7-Eleven di tangannya, tersenyum penuh kemenangan.
“Look, Mama! There are so many teas! Lemon, earl grey, chai, mint, chamomile, black tea, green tea… wow, so many to choose from!” Ia menatap penuh antusias. “Mama mau yang mana?” Saya tersenyum, ingin membiarkannya memilih. “Chloe pilihkan buat Mama, ya.”
Ia lalu mengambil chamomile tea, menunjuk kotaknya yang berwarna biru muda dengan gambar bunga chamomile berkelopak putih. “Because I like blue color and also, chamomile is good, so Mama can sleep well. Saya tersenyum, mengusap kepalanya lembut, penuh rasa haru.
“The smallest gestures often carry the deepest warmth.”
Part 19.
