“The quiet strength of water is knowing how to carry without being carried away.”
Saya terdiam di atas beranda kayu itu bersama Chris dan Chloe, membiarkan pandangan mengikuti Sophie dan Nigel yang berjalan pelan ditemani seorang instruktur diving.
Bahu mereka sedikit merunduk oleh beban peralatan sembari menuruni tangga batu menuju kapal kecil yang menunggu di bawah. Dari jauh tampak sederhana, namun terasa dibalik setiap langkah tersimpan antusiasme yang berdesir halus.
Dari atas beranda kayu, laut memantulkan cahaya pagi dengan ketenangan yang sulit dijelaskan. Ombak sesekali menyeret butir pasir dan menaburkannya kembali ke permukaan. Air tidak menolak dan ia hanya menerima.
Pasir putih itu larut begitu saja, menyatu menjadi bagian dari aliran yang lebih besar. Batu kecil yang terlepas dari tebing pun bernasib sama, sempat menciptakan riak, lalu hilang dalam gerakan arus yang jauh lebih luas.
Bahkan cahaya matahari sekalipun, ketika menembus ke dalam, tidak pernah memecah laut menjadi sesuatu yang lain. Justru cahayalah yang membuat kedalaman itu terlihat lebih jernih.
Oh well, mungkin inilah cara hidup memberi pelajaran paling sederhana. Apa pun yang datang kepada kita, dari pujian, kesalahan, luka hingga derai tawa bisa diterima tanpa harus menghapus siapa jati diri kita.
Seperti laut, yang tetap menjadi laut meski ribuan hal jatuh ke dalamnya setiap hari. Kita pun bisa belajar tetap lapang, memberi ruang agar apa pun yang datang bisa melebur, tanpa membuat kita kehilangan arah dalam hidup.
“The sea teaches that we can welcome change and still keep our core.”
Part 22.