0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“When the world runs, the ones who stay tender carry a different kind of power.”

 

Saya masih duduk di bangku itu dengan tas di pangkuan dan koper kecil bersandar di kaki. Tapi perhatian tetap tertambat pada sosok ibu muda dan anak kecil dalam dekapannya, yang kini perlahan mulai tenang.

 

Tangis yang tadi menggema kini mereda menjadi isak pelan, lalu hening. Dengan satu tangan, wanita itu menyeka kening anaknya menggunakan tissue yang ia tarik dari saku samping tas, lalu mengecup pipinya perlahan.

 

Tak ada yang dramatis, tapi hangat, seakan dunia menepi sesaat untuk memberi ruang bagi keduanya. Saya memperhatikan cara ia berjongkok sedikit untuk menyesuaikan tinggi badannya hingga cara ia bicara lembut tapi tegas saat anaknya kembali gelisah.

 

Ia tidak meminta anak itu menjadi tenang, ia hadir sampai ketenangan itu datang sendiri. Di situlah saya kembali belajar bahwa memberi ruang bagi rasa, bahkan yang tak nyaman, bukan kelemahan.

 

 

Mungkin, dalam hidup pun begitu. Kita sering terburu-buru menenangkan bagian dalam diri yang belum selesai bicara. Kita ingin luka segera pulih dan ingin hati cepat kembali kuat.

 

Tapi kadang, yang dibutuhkan bukan penyelesaian, hanya kesediaan untuk tetap tinggal, meski yang kita temani masih menangis dalam diam. Perlahan, anak itu duduk di pangkuan ibunya dengan menggenggam boneka pinknya erat-erat.

 

Si ibu menyodor botol dengan sabar, lalu membenahi tali sepatu anaknya yang terlepas. Gerakan-gerakan kecil, tapi sarat kasih. Barangkali, di situlah kekuatan bersembunyi, dalam pilihan untuk tetap lembut, bahkan saat dunia terasa dingin dan tergesa.

 

”In a world built on rush, gentleness becomes its own kind of resistance.”

Part 13.

 

 

 

 

 

Bagikan ini:
error: Content is protected !!