0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“To make something by hand is to leave a fingerprint of your soul on the world.”

 

Esok paginya, udara Nanning masih terasa lembap dengan sisa embun yang menempel di kaca jendela. Mbak Patsy tiba lebih awal di venue, jauh sebelum para pengunjung berdatangan.

 

Ia membuka satu per satu kotak bawaannya, menata tas kain perca di sisi kiri meja, sementara di sisi kanan ia mengatur perhiasan, mulai dari batu alam hingga mutiara yang bisa diikat dengan wire perak sesuai pesanan.

 

Beberapa ia buat langsung di tempat, dengan gerakan tangan yang tenang dan terlatih, seolah setiap lilitan kawat adalah percakapan kecil antara dirinya dan batu yang disentuhnya.

 

Setiap benda memiliki ceritanya sendiri dan lewat cara menatanya, seakan ia tengah menulis ulang kisah tanah air melalui warna dan texture yang berbicara tanpa suara.

 

“Ini dari Lombok,” katanya pelan sambil memegang kalung mutiara yang berkilau lembut. “Yang ini dari Papua, batunya kuat tapi dingin di tangan.” Saya membayangkan batunya bagaikan laut yang tenang di dalam arusnya.

 

Seorang  security yang lewat berhenti sejenak dan memperhatikan semua benda di meja. Ia tersenyum dan berkata dengan nada kagum, “So many colors, all from your country?”

 

Mbak Patsy mengangguk. “Yes. Indonesia is full of makers who know how to listen to the earth. We don’t just take, we work with it.”

 

“Every handmade piece is a quiet conversation between patience and love.”

Part 6.

Bagikan ini:
error: Content is protected !!