“The obstacle is the way.” – Marcus Aurelius
Mobil akhirnya berhenti di sebuah dive center yang berdiri di atas tebing kapur, menghadap langsung ke laut lepas. Dari beranda kayu resort itu, pandangan seolah dilempar jauh ke hamparan biru yang tak berujung.
Laut memantulkan cahaya mentari pagi, berkilau seperti pecahan kaca yang tersusun dengan penuh ketelitian. Untuk mencapai area diving, ada tangga dari bebatuan panjang menurun hingga ke bibir air.
Tangga itu agak curam, dengan pegangan kayu yang berkelok mengikuti jalurnya. Di bawah sana, beberapa perahu kecil berlabuh, tenang dan sabar menunggu dengan haluan menghadap laut terbuka.
Dari titik itu, ombak terdengar menghantam karang dengan suara lebih dalam, lalu surut sebelum menggulung lagi. Sophie menuruni tangga bersama diving instructor, bahunya terbebani diving gears yang bergerak mengikuti langkahnya.
Saya membiarkan pandangan menyapu sambil merasakan angin laut membelai wajah dan membawa aroma asin yang segar. Di bawah, air berubah warna dari biru pekat ke hijau tosca, seakan membuka pintu menuju dunia lain.
Tangga yang menurun ini terasa seperti symbol kecil perjalanan hidup yang kadang menegangkan. Namun hanya dengan menapaki anak-anak tangga itu, kita bisa sampai di titik di mana pemandangan baru terbentang.
Hidup pun serupa, jarang dimulai dari tempat yang nyaman. Sering kali jalan curam dan terjal justru yang menuntun kita menuju pandangan yang lebih lapang dan indah.
“No man is more unhappy than he who never faces adversity. For he is not permitted to prove himself.” – Seneca
Part 21.