“Gratitude is not only the greatest of virtues, but the parent of all the others.” – Marcus Tullius Cicero
Langit gelap semakin pekat, menyerap sisa-sisa cahaya yang ada. Gerimis yang tadinya hanya membelai kaca helm kini berubah menjadi hujan deras, menciptakan simphony gemericik di atas dedaunan yang membentuk payung alami di atas saya dan pengemudi grab bike.
Angin sesekali menyelinap di sela-sela jaket tipis, membawa dingin yang menggigit. Motor terus berguncang perlahan di atas trotoar yang tidak rata, melewati genangan kecil yang memantulkan cahaya lampu jalan.
Saya memegang erat sisi kursi motor, merasakan guncangan yang menyentak, menyadarkan betapa rapuhnya perlindungan dari hujan saat itu. Hujan yang mulai mereda meninggalkan titik-titik air yang berjatuhan seperti bisikan lembut dari alam.
Dalam diam, terbersit renungan. Biasanya, di Indonesia, hujan seperti ini tak pernah menjadi masalah. Duduk nyaman di dalam mobil, menikmati music dan semilir AC sembari mengamati derasnya hujan melalui kaca, terlindung dari angin dan dingin.
Namun malam ini, saya merasakan apa yang mungkin dirasakan oleh mereka yang tak memiliki mobil, dinginnya hujan dan beratnya perjalanan yang tak nyaman. Hujan yang dulu hanya menjadi latar kini terasa lebih nyata.
Saat itu, di bawah langit yang basah, semakin terasa bahwa hujan tak hanya turun untuk menyirami tanah, tapi juga mengingatkan hati untuk selalu bersyukur. Betapa banyak berkah yang sering dianggap biasa, kini terasa lebih berarti.
Oh well, it’s funny how rain can shake things up. What felt like a hassle turned into a little wake-up call for me to appreciate the things I usually don’t think twice about. Sometimes, getting caught in the rain helps me realize just how lucky I really am.
“Gratitude is the healthiest of all human emotions. The more you express gratitude for what you have, the more likely you will have even more to express gratitude for.” – Zig Ziglar
Part 3.
