“When you come to the end of your rope, tie a knot and hang on.” – Franklin D. Roosevelt
Langit di Ho Chi Minh menggantung abu-abu pekat, seperti lukisan yang setengah jadi, belum menemukan akhir. Angin sore membawa aroma jalanan, perpaduan aspal basah, rempah dari restaurant di depan hotel, dan asap kendaraan yang melaju tanpa henti.
Saya berdiri di tepi jalan, memandangi langit yang semakin gelap. Jari sibuk mencoba membatalkan pesanan Grab Bike. Namun, sebelum sempat menekan tombol, suara motor mendekat di tengah simphony klakson yang menjadi denyut nadi kota ini.
Pengemudi motor tiba dengan senyum lebar yang ramah. “Hello, okay, good?” sapanya dalam bahasa Inggris yang sederhana namun penuh semangat. Logat Vietnamnya terdengar ringan, diiringi thumbs up seolah berkata, “Semua baik-baik saja.”
Saya menunjuk langit yang kelabu, berusaha menjelaskan, “Rain.” Dia menggeleng sambil tersenyum, “No. Okay.” Saya mengeluarkan uang, berniat membatalkan perjalanan. “For you,” namun dia menolak tetap menunggu saya naik ke boncengan, seolah yakin hujan tak akan turun.
Langit semakin berat, dan saya tetap ragu. Namun, dia kembali meyakinkan dengan gesture sederhana dan senyum yang tak luntur. Akhirnya, hati kecil berbisik pelan, It’s going to be okay, Sarah.
Oh well, hidup sering kali menyerupai langit Ho Chi Minh hari itu, kelabu, penuh keraguan. Namun, terkadang yang kita butuhkan hanyalah keberanian untuk percaya, bahkan pada hal yang terkesan tak pasti.
Pada akhirnya, yang membawa kita sampai ke tujuan bukan hanya jalan yang kita pilih, tapi keberanian untuk mendengarkan hati kecil yang terus membisikkan untuk melangkah, meski cuaca terlihat tak berpihak.
“Sometimes the bravest thing you can do is just keep going.”
Part 1.