“Effort is never wasted, it gathers quietly beneath the surface until the time is right.” – Thich Nhat Hanh
Kami berjalan menuju mobil dengan langkah pelan melewati deretan toko yang mulai menutup. Udara membawa sisa aroma aneka jenis sarapan local dari sudut pasar, bercampur dengan wangi lumpia kukus yang Sophie genggam erat.
“Smells so good, Mama,” katanya sambil menoleh. “I can’t wait to eat this when we get back to our cottage.” Ia tersenyum lalu melangkah cepat, menyusul Chris yang sudah lebih dulu di depan.
Saya tertawa kecil melihat semangatnya. “Pelan sedikit, nanti Sophie bisa jatuh,” sambil menutup pintu mobil. Di tengah perjalanan, Sophie menatap keluar jendela dengan suara yang kini lebih lembut,
“You know, Mama… I think now I finally understand why you always kept speaking proper Bahasa Indonesia with me, broer Nigel or zus Chloe. Even when I answered in English most of the time.”
Saya menoleh perlahan, menunggu ia melanjutkan. “At school, I’m taking Bahasa Indonesia HL and I usually get six, sometimes seven out of seven. It’s actually hard because most of my classmates are native Indonesian speakers.”
Ia tersenyum sebelum menatap ke jalan yang berkelok. “All those times you made me used to hearing this language while I kept complaining, wondering why you didn’t just speak English when it felt easier for me. But now, it really helped.”
Saya hanya mengangguk dan merasakan sesuatu yang hangat dalam dada. Bukan karena nilainya yang tinggi, tapi karena ia mulai mengerti bahwa hal-hal yang dulu terasa sulit sering kali justru menjadi bekal paling berharga.
“Growth is never a straight line. It bends and curves the way life teaches us.” – Jay Shetty
Part 41.

