0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

Fast Fashion banyak diminati orang karena bisa didapat setiap saat dan harga yang dipasarkan pun cenderung murah. Mode ini berfokus pada kecepatan dan biaya produksi rendah supaya bisa menghasilkan koleksi baru yang terinspirasi oleh tren terbaru gaya selebriti. Masalahnya, mode ini dinilai telah menerobos serangkaian kode etik, mulai dari perburuhan hingga isu lingkungan.

 

Ketika para pelaku mode berfokus pada perlombaan memasok stok untuk ribuan butik di mancanegara dengan produk sesuai tren, tenaga buruh murah dikerahkan di negara dunia ketiga seperti Bangladesh, Kamboja, dan Indonesia. Sayangnya, keselamatan, jam kerja, dan upah layak bagi para buruh sering kali diabaikan oleh pihak produsen. Selain itu, kegiatan produksi fast fashion juga berdampak besar pada lingkungan.

 

Dampak Negatif Fast Fashion pada Lingkungan dan Manusia

Siklus fesyen kini tak lagi berpedoman pada pergantian empat musim. Dalam waktu 6-8 minggu saja kita sudah dapat berganti gaya dengan yang baru. Namun, perspektif lingkungan telah terabaikan karena adanya tekanan untuk mengurangi biaya dan waktu untuk mendapatkan produk baru, mulai dari proses produksi hingga sampai ke gerai penjualan. Mode ini dikritik karena menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, polusi air, penggunaan bahan kimia beracun, dan peningkatan kadar limbah tekstil.

 

Warna-warni kain, cetakan dan finishing mode busana ini banyak di antaranya yang mengunakan bahan kimia beracun. Pencelupan tekstil menjadi polutan terbesar kedua di dunia—setelah pertanian—terhadap kebersihan air. Sejumlah produk merek yang telah diuji dan dinyatakan mengandung bahan kimia berbahaya ditekan dengan Kampanye Detox Greenpeace agar mereka segera menghilangkan bahan kimia beracun dari rantai pasokan mereka.

 

Berbagai negara di dunia melarang atau mengatur secara ketat penggunaan bahan-bahan yang beracun, bio-akumulatif, mengganggu hormon dan karsinogenik. Kain yang paling populer digunakan untuk membuat pakaian adalah poliester. Namun, kain ini akan menumpahkan mikrofiber saat dicuci di mesin cuci dan itu akan meningkatkan kadar plastik di lautan.

 

Mikrofiber tidak dapat terurai sempurna sehingga menjadi ancaman serius bagi biota air. Zat itu mungkin akan dikonsumsi oleh plankton yang kemudian membuat rantai makanan dengan ikan dan kerang lalu akhirnya dimakan manusia. Ini akan berdampak buruk bagi kesehatan manusia.

 

Dalam film dokumenter berjudul The True Cost tergambar betapa dahsyatnya dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan kimia pada kesehatan manusia. Dalam film tersebut diceritakan seorang petani kapas AS yang mengidap tumor otak dan anak petani yang cacat dari lahir akibat menggunakan bahan kimia beracun saat bertani kapas.

 

Pohon kapas membutuhkan air dan pestisida yang tinggi untuk pertumbuhannya agar tidak mengalami gagal panen. Namun, beberapa merek telah beralih pada kapas organik, seperti H&M dan Inditex. Sayangnya, pengguna kapas organik secara keseluruhan jumlahnya hanya kurang dari satu persen.

 

Fast Fashion Mengancam Lingkungan

Industri fesyen bernilai hingga $ 2,5 triliun dan industri ini merupakan salah satu pengguna air terbesar secara global. Komisi Ekonomi PBB untuk Eropa (UNECE) mencatat bahwa memproduksi satu kemeja katun membutuhkan 2.700 liter air—setara dengan jumlah air minum seseorang selama 2,5 tahun.

 

Fesyen kini menjadi puncak agenda untuk UNECE. Badan ini berniat untuk mempromosikan integrasi ekonomi dan kerja sama di antara negara-negara anggotanya, yang termasuk negara-negara Eropa, US, Kanada, Israel, dan beberapa negara di Asia Tengah.

 

Pada acara yang digelar tanggal 1 Maret di Jenewa, UNECE memperingatkan bahwa praktik industri fesyen yang terus menghasilkan pakaian murah sekali pakai adalah “keadaan darurat lingkungan dan sosial”. Dalam acara tersebut UNECE mengundang beberapa organisasi PBB yang berbeda dan beberapa perwakilan dari industri fesyen.

 

Acara tersebut digelar untuk membahas masalah-masalah fesyen dan solusi potensial. UNECE, melalui sekretaris eksekutifnya mengatakan bahwa perlu adanya perubahan pada industri fesyen sehingga dampak yang berikan tidak lagi mengancam lingkungan dan sosial sekitarnya.

 

Berdasarkan laporan ClimateWorks Foundation dan Quantis (konsultan keberlanjutan) yang dirilis Februari lalu, industri pakaian jadi dan alas kaki keduanya menyumbang 8% emisi gas rumah kaca dunia dan dampak iklim dari pakaian akan meningkat 49% pada tahun 2030 jika tidak ada usaha perubahan yang dilakukan dengan cepat.

 

Oleh karena itu, hendaknya konsumen lebih sadar pada setiap tahap proses pembelian, mulai dari membeli lebih cerdas, merawat dan memperbaiki barang, daur ulang, dan akhirnya membuang secara bertanggung jawab. Semua itu dilakukan agar pakaian dapat digunakan lebih lama. Industri Fast fashion pun diharapkan dapat lebih memperhatikan rantai pasoknya.

 

fast fashion fast fashion fast fashion fast fashion fast fashion

Bagikan ini:
error: Content is protected !!