0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“What stays is not what pleases the eyes, but what lingers on the tongue and speaks to the heart.”

 

Kami masih duduk di sana, dikelilingi suara angin malam yang perlahan mereda. Lampu-lampu kios memantulkan cahaya temaram di permukaan meja kayu.

 

Chloe menatap daging barbeque di hadapannya yang masih utuh, lalu menoleh dengan mata berbinar. Saya mengangguk pelan, lalu mengangkat sendok, membiarkannya menyentuh lapisan terluar salad yang basah oleh perasan jeruk dan saus ikan.

 

Piring sederhana itu dikelilingi tomat mungil, dan serpihan halus udang rebon dan kacang sangrai yang menyelip di antara pepaya. Suapan pertama belum menyentuh lidah, tapi aromanya telah lebih dulu membuka pintu memory ke rentetan perjalanan ke negeri ini.

 

Mulai dari pasar malam yang serupa namun tak pernah sama hingga aneka rasa yang tak bisa direkam oleh camera.Chloe mencicipi daging panggangnya, terlihat matanya sedikit membulat, lalu ia mengunyah perlahan.

 

 

Saya mengenali ekspresi itu, bukan rasa yang meledak di mulut, tapi kehangatan yang perlahan tumbuh.Mbak Patsy juga mengangguk kecil, tidak memuji tapi senyumnya cukup sebagai persetujuan diam-diam.

 

 

Malam terus berjalan dan makanan kami perlahan habis, tidak dalam diam, tapi  diselingi percakapan ringan dan suara pasar yang semakin ramai.

 

Saat piring dan mangkuk styrofoam hampir kosong, kami belajar sekali lagi bahwa yang paling memberi rasa bukan selalu yang paling memikat pandangan.  Kami tetap duduk sejenak lebih lama, karena rasanya masih tinggal, bahkan setelah sendok terakhir diletakkan.

 

“A dish touches the heart not through the frame, but through its flavor.”

Part 28.

 

 

 

 

 

 

Bagikan ini:
error: Content is protected !!