“Nothing, to my way of thinking, is a better proof of a well-ordered mind than a man’s ability to stop just where he is and pass some time in his own company.” – Seneca
Sophie masih menatap bintang, lalu menoleh ke saya dengan mata yang tetap penuh rasa ingin tahu. Saya menoleh dan sorot ingin tahunya tetap sama seperti dulu, saat ia pertama kali belajar membaca ombak.
“Mama, so overthinking, is it like thinking too much?” Saya tersenyum tipis, mencoba merangkai kata-kata sederhana dengan lembut.
“Bukan sekadar terlalu banyak berpikir, sayang. Overthinking itu seperti pikiran Sophie yang berlari di labyrinth tanpa ada peta. Sophie bergerak, terus memutar, tapi tidak benar-benar sampai ke mana-mana.”
Sophie mengerutkan alis, mencoba menangkap maksud kata-kata tersebut. “So thinking too much, it doesn’t help at all?” Saya menarik napas perlahan. “Kadang malah membuat kepala semakin pusing, sayang.”
“Tapi kalau Sophie berhenti sejenak, menarik napas lalu mendengar suara ombak, perlahan pikiran bisa menemukan jalannya. Ini bukan jalan instant, tapi seperti memberi arah pada labyrinth di dalam kepala untuk memandu pikiran kembali jernih.”
Ia menunduk sebentar, lalu tersenyum tipis. “So overthinking is just like your mind running in circles without a map.” Saya menepuk lembut tangannya. “Betul, sayang tapi jangan takut tersesat. Yang penting adalah belajar menapak kembali.”
Suara ombak dari kejauhan seakan mengingatkan bahwa walau segala hal datang sekaligus, kita insyaallah bisa menata semuanya, asal tahu di mana berpijak dan memberi ruang pada diri sendiri untuk bernapas.
“The happiness of your life depends upon the quality of your thoughts.” – Marcus Aurelius
Part 3.