0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“It’s not the rush of water that shapes the land, but the patience of its flow.”

 

Kami masih berdiri di teras rumah kayu ibu itu, menikmati ketenangan yang menempel di antara botol-botol legen yang berbaris rapi. Udara siang terasa sunyi, hanya sesekali terdengar desir angin yang menggesek anyaman bambu.

 

Dunia di luar terasa jauh, seolah suara jalan raya hanya bayangan yang memudar di balik bukit. Sophie masih menatap dedaunan tembakau. “So… kind of like my Bahasa Indonesia. I didn’t see how it helped before, but now I do.”

 

Saya lalu mengikuti arah pandangnya. Daun-daun berwarna cokelat keemasan itu menggantung berlapis di bawah atap. Udara di sekitarnya hangat dan lembap, membawa aroma tembakau kering yang samar antara manis dan getir.

 

Dedaunan itu menggantung berlapis di bawah atap dengan ujungnya bergoyang pelan setiap kali angin melewati celah papan. Cahaya matahari menembus sela-sela genting, jatuh di permukaan daun seperti kilau madu yang menua.

 

Suasana begitu hening hingga suara serangga terdengar seperti bagian dari napas tempat itu sendiri. Di balik kesederhanaannya, ada sesuatu yang menenangkan dalam cara daun-daun itu diam menunggu.

 

Tidak terburu-buru, hanya pasrah pada waktu dan udara yang bekerja perlahan. “Iya, sayang, kadang yang membuat sesuatu menjadi baik bukan seberapa cepat ia selesai, tapi seberapa lembut ia dibiarkan hidup dalam processnya.”

 

Oh well, kadang kita perlu berhenti di sudut yang tak terduga dan menatap hal-hal yang tersembunyi, untuk menyadari bahwa ketekunan yang tenang sering kali memberi kita akar yang paling dalam.

 

“Nature does not hurry, yet everything is accomplished.” – Lao Tzu

Part 47.

Bagikan ini:
error: Content is protected !!