0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

Stand up for what is right regardless of who is committing the wrong.”

― Suzy Kassem, The Author of : Rise Up and Salute the Sun

 

Sinar mentari yang bersinar temaram semakin bergeser menuju ke peraduaannya ketika pesawat parkir menunggu penumpang untuk masuk ke dalam badan pesawat.

 

Tak biasanya saya hari ini memakai baju bright pink. Saya biasanya lebih memilih nuansa hitam dari ujung kepala hingga ke ujung kaki sehingga tidak usah bingung mematchingkan baju setiap saat.

 

Selain itu juga memudahkan mbak Waty menyiapkan  koper cadangan  jika jadwal business trip sangat padat, sehinga dua koper yang stand by di rumah isinya semua sama.

 

Disaat saya mendekati barisan kursi di ruang tunggu dan menuju bangku pojok untuk menikmati buku yang baru saja saya beli,  tiba-tiba ditegur oleh seorang ibu berjilbab pink yang duduk tidak jauh dari tempat saya berjalan.

 

“Ibu, mau balik ke Indonesia yah ?”Ia menatap kearah saya dengan pandangan kosong. Saya mendekat dan mengembangkan senyum.

”Iya, bu. Ibu mau pulang ke Indonesia juga yah ?”

 

“Bisa minta tolong dilihatkan, saya duduk di kursi berapa karena tidak bisa melihat jelas. Saya bisa lihat ibu lewat walau pun samar-samar karena baju pinknya yang terang menyala. Kalau pakai baju gelap mungkin tidak lihat kalau ibu lewat.” Sembari menyodorkan ticket di tangannya dalam posisi terbalik.

 

Saya duduk disampingnya lalu mengibaskan tangan ke depan wajahnya dan matanya tak bergeming sedikit pun.

 

“Yang temani ibu siapa ? Kenapa dibiarkan pulang sendiri ? Kan berbahaya.” Saya berkata tak henti dengan nada panik dan melihat sekitar.

“Majikan saya tadi antar sampai kesini dan sekarang sudah ditinggal.”Ia berkata dengan nada lirih.

“Lho mana ? Barusan perginya atau sudah lama ? Saya cari yah, tidak boleh ibu ditinggalkan begini saja di sini. Namanya siapa ? Saya kejar ke depan, minta tolong security.” Saya memegang bahunya sembari menitikkan air mata.

 

“Tidak apa, dia orang penting jadi tidak usah tahu namanya. Saya awal datang sehat. Dari beberapa bulan yang lalu, mata jadi seperti ini,  mau pulang tapi oleh majikan suruh tunggu sampai ada penggantinya.”

“Lho kenapa ibu tidak lapor embassy ?”

 

“Itu salah saya, bukan salah majikan, sudah untung saya boleh pulang sekarang.” Nadanya semakin lirih dan pasrah.

“Siapa pun dan apa pun, dia tetap harus bertanggung jawab dan saya akan bantu ibu untuk meminta tanggung jawab majikannya.” Tak terasa buliran air mata semakin mengalir di pipi dan memeluk tubuhnya yang terlihat ringkih dan lemas.

 

Saya meminta ticketnya dan menuju ke gate desk untuk mengganti posisi kursinya agar bisa duduk bersebelahan dan meminta disiapkan kursi roda disaat tiba di Indonesia.

 

Saya memohon namun mereka terlihat cuek sehinga sebagai back up plan, saya mengirimkan pesan singkat ke beberapa staff airport di Indonesia yang banyak saya kenal saking seringnya ke airport.

 

Meminta tolong mereka untuk menyiapkan kursi roda di gate dan langsung di iyakan dengan sigap.  Tak lupa mengirimkan pesan ke Chris untuk tidak usah di jemput karena ingin memastikan bahwa ibu ini sampai ke keluarganya dengan selamat dan tak ingin Chris dan anak –anak menunggu lama di airport.

 

Disaat boarding, saya membantu memegangkan tas dan koper sambil membimbing ia sampai ke kursinya.  Saat dinner, saya membantu membukakan makanan, awalnya ia mengalami kesulitan menyuapkan ke mulutnya sehingga saya pindah ke sebelahnya dan membantu menyuapi dan meneguk air.

 

Tak lama saya meminta dipinjamkan pasportnya agar bisa mengisikan landing cardnya . Betapa terkejutnya disaat melihat detail passportnya , kami ternyata seumuran namun ia terlihat dua kali lipat lebih tua dari umur sebenarnya, mungkin karena beban hidup yang membuat ia terlihat lebih tua.

 

”Ibu, saya hanya orang biasa, namun saya akan membantu sepenuh hati saya agar bisa mendapatkan hak ibu.” Saya berbisik lembut di telinganya sembari menggenggam erat tangannya.

 

Senyum bahagia mengembang disaat terlihat kursi roda sudah menunggu kami di luar pintu pesawat.

 

Stand up to hypocrisy. If you don’t, the hypocrites will teach. Stand up to ignorance, because if you don’t, the ignorant will run free to spread ignorance like a disease. Stand up for truth. If you don’t, then there is no truth to your existence. If you don’t stand up for all that is right, then understand that you are part of the reason why there is so much wrong in the world.”

― Suzy Kassem, The Author of : Rise Up and Salute the Sun

 

April 5th, 2022

Bagikan ini:
error: Content is protected !!