“When a husband and wife look at each other with love, Allah looks at both with Mercy.”
(Bukhari 6:19 & Tirmidhi 14:79)
Sejak pertama kali pindah ke Inggris, Chris adalah sahabat saya selama bertahun-tahun. Saking kuatnya persahabatan kami, dia adalah orang yang paling tahu segala kisah suka duka cinta saya begitupun sebaliknya. Saya pernah berkata bahwa, dia adalah orang terakhir di dunia ini yang akan membuat saya jatuh cinta, karena sebagai sahabat kami juga tak hentinya sering beradu argumen, layaknya kakak adik yang sedang berkelahi dan sama-sama tidak mau mengalah. Tak pernah menyangka akhirnya kami saling jatuh cinta dan menikah.
Cinta itu adalah sesuatu yang susah ditebak. Jodoh itu memang sudah diatur oleh Sang Pencipta. Tak pernah menyangka kalau rasa cinta itu akan datang di saat hati saya ikhlas.
Disaat saya mencoba merengkuh untuk mencapai titik pasrah yang sebenarnya, Allah mengirimkan dirinya tepat di hadapan mata. Allah jugalah yang menunjukkan bahwa ikhlas itu bukan menyerah tetapi berserah. Setelah menikah, kami berencana untuk tinggal di Belgium. Chris tidak mempermasalahkan untuk tinggal di Belgium agar dekat dengan calon kampus saya di Antwerp, meskipun dia tetap bekerja di Belanda.
Chris sudah mendapatkan penthouse berlantai dua yang cukup luas di Mol, yaitu kota kecil yang jaraknya sekitar satu jam dari Antwerp. Letak apartmentnya paling atas sehingga pemandangannya sangatlah breathtaking dengan jendela besar disetiap ruangan.
Setelah mengambil cuti dan menikah di Indonesia, Chris terpaksa kembali terlebih dulu ke Belgia sehingga selama beberapa bulan dia menempati penthouse itu sendirian. Saya tetap di Indonesia menunggu surat izin tinggal yang cukup memakan waktu lama. Sampai suatu hari, pada saat saya sedang berada diruang tamu, tiba-tiba darah berceceran sampai saya jatuh terduduk karena shock dan lemas. Papa saya seorang dokter dan saat itu baru pulang dari rumah sakit, langsung menjumpai saya menangis di antara banyak gumpalan darah segar.
Papa langsung mengambil sarung, menutupi kaki yang masih banyak tetesan darah dan membopong ke rumah sakit. Di sepanjang perjalanan, tak hentinya saya menangis di dalam mobil, karena pada saat itu sangat khawatir dengan bayi yang saya kandung.
Setelah sampai langsung dibawa keruang kuret. Semakin keras tangisan karena tidak mau anak ini harus di renggut terlalu cepat dari saya. Disaat masih menangis dengan kerasnya, dokter Ronald, dokter kandungan yang merawat selama ini datang menghampiri.
Dengan mata yang semakin bengkak dan suara sesugukan, saya langsung memohon dan berkata kepada dokter Ronald, “Tolong dokter, saya ingin pertahankan anak saya, tolong apapun akan saya lakukan. Jangan dikuret, dokter”.
Akhirnya dokter Ronald berkata, “Tetap bisa dipertahankan tetapi kemungkinannya sangat kecil, karena janinnya tidak semuanya menempel. Tidak hanya minum penguat rahim, tetapi juga tidak boleh bergerak selama berbulan-bulan sampai janinnya betul-betul menempel kembali dan kuat”.
Berita itu mengharuskan saya bedrest total termasuk mandi di tempat tidur, tetapi demi darah daging ini, semua itu saya sanggupi. Malamnya langsung menelpon Chris, sambil menangis hingga suara rasanya tercekat karena susah menjelaskan.
Akhirnya dengan sekuat tenaga berusaha menceritakan dan bingung apa yang harus saya lakukan, jangankan untuk berangkat pindah ke Belgia, bergerak dari tempat tidurpun tidak bisa karena janin yang sangat lemah.
Chris langsung tanpa ada jeda untuk berpikir lalu berkata dengan nada tegas, “Besok saya akan mengundurkan diri dan akan telpon moving company untuk pindah ke Indonesia. Akan saya urus juga segala surat administrasi, saya akan pindah secepat mungkin, Sayang”.
Saya langsung spontan berkata “apartement, pekerjaan, mobil dan semuanya bagaimana? lalu kuliah saya juga bagaimana?”
Dari ujung telephone Chris berkata dengan sangat lembut membuat hati langsung lumer “Bukankan semua apa yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan kita manusia hanya dalam posisi mengakui?”
Saya dengan suara yang masih penuh dengan rasa haru merasa tidak tega juga. Segala yang dia bangun di sana selama belasan tahun, sehingga bisa hidup yang mapan tanpa berpikir panjang ingin dia tukar, dan menurut saya adalah sesuatu yang tak pasti di Indonesia.
Suara lembut dan menenangkannya terdengar lagi di ujung telpon “Allah sudah menitipkan kamu kepada saya. Bukankah sejak kita menikah tanggung jawab papa kamu telah pindah ke tangan saya?”
Terima kasih ya Allah ya Rabb, karena Engkau telah membalas untaian doaku selama ini. Engkau telah memberikan saya lelaki yang sangat mencintai-Mu.
Saat itu juga saya tak sabar menunggu kedatangan suami tercinta, dan merasakan lagi dekapan kasih sayangnya setelah berbulan bulan ditinggal pergi.
Kali ini untuk merajut cinta bersama di Indonesia bersama buah hati pertama kami yang dengan izin Allah akhirnya berhasil di pertahankan .Dia berhasil menang dalam perjuangannya untuk lahir didunia ini sehingga kami beri nama Nigel yang artinya “the winner”.
Manusia berencana, Allah yang menentukan dan ketentuan Allah adalah yang paling indah.
Sarah Beekmans, November 8th 2017.
Trackbacks/Pingbacks