0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“There is nothing more rare nor beautiful than a woman being unapologetically herself; comfortable in her perfect imperfection. To me, that is the true essence of beauty“ Dr. Steve Maraboli

 

Lantunan melodi lambat laun semakin membahana di dalam kamar pagi itu. Pikiran saya merapah perlahan ke setiap sudut kota Jogjakarta melalui pijakan memory yang pernah dan selalu ada di hati.

 

“Masih seperti dulu

Tiap sudut menyapaku bersahabat,

penuh selaksa makna

Terhanyut aku akan nostalgia

Saat kita sering luangkan waktu

Nikmati bersama suasana Jogja”

 

Sepenggal lirik dari Katon Bagaskara dengan Kla Project-nya mampu membuat angan saya kembali merapah indah walau pun secara fisik tetap berada di dalam kamar ini.

 

Saya mengecilkan suara music karena mentoring session akan dimulai 15 menit lagi. Seperti biasa, saya akan selalu mengaktifkan video cam setidaknya 10 menit sebelum meeting dimulai.  Sebagai seorang mentee, saya tidak boleh membiarkan mentor masuk ke room duluan dan menunggu disana.

 

Selain Carlotta, sang mentor dari Italia, mentor saya yang lain  adalah  Mr Sounak . Ia adalah COO dari salah satu perusahaan di bidang technology di India. India perlu saya akui memang dipenuhi oleh tech savvy dan pantas menduduki jabatan tinggi di raksasa teknologi dunia.

 

Dua lady boss dari India yang saya kagumi yaitu Anjali Sud yang merupakan CEO Vimeo dan Revathi Advaithi, CEO dari Flex.  Posisi puncak lainya antara lain  Adobe dengan Shantanu Narayen,  Microsoft dengan Satya Nadella, IBM dengan Arvind Krishna, Google dengan Sundar Pichai dan yang masih hangat di perbincangkan  adalah Parag Agrawal di Twitter.

 

Sejumlah keturunan India lainnya juga  ikut meramaikan pucuk pimpinan perusahaan teknologi seperti Netapp, Godaddy, Workday hingga Palo Alto Networks. Listnya akan semakin panjang jika saya mencoba mencari nama-nama lain yang bekerja di Silicon Valley.

 

Sounak tahu posisi saya selain sebagai mentee, juga menjadi mentor untuk beberapa start up diantaranya Olu dari Nigeria, Carla dari Italy serta Faith dari India.

 

Mereka bertiga bergerak di bidang social entrepreunership walau pun dalam scope yang agak berbeda. Olu di bidang slow food catering dan Carla serta Faith dengan proyek managemen limbah dalam food industry di negaranya.

 

Setelah konsultasi singkat mengenai business plan yang sedang berjalan, Sounak menanyakan mengapa progress dari target plan-nya lama. Saya akhirnya mencoba berkata sejujurnya tentang perasaan tidak percaya diri yang selama beberapa bulan ini bergelayut di dalam hati.

 

Apakah saya mampu mentoring mereka sedangkan posisi saya adalah juga sebagai mentee . On top of that, De Grunteman yang saya dirikan adalah social entrepreneurship yang masih sangat baru.

 

Saya layaknya  baby  yang sedang berproses menapakkan kaki selangkah demi selangkah. Setiap kali tergelincir di perjalanan business yang terjal ini, harus menahan perih dan berusaha berdiri untuk kembali melanjutkan derap langkah. Walau pun sudah ada pencapaian namun tidak sebanding dengan tanggung jawab yang harus saya emban sebagai mentor.

 

“Apakah saya pantas sebagai seorang mentee juga menjadi seorang mentor ? Dalam kapasitas diri yang mana saya qualified sebagai mentor ? Bagaimana caranya menjadi seorang yang perfect ?  Oh well, saya seharusnya yakin that I can be anything that I wanna be “ sambil menepuk dahi disaat keluh kesah tersebut mengalir deras dari mulut.

 

“You will never  be anything that you want to be.  Listen,  you can only be anything that you are. You as  you” Suara baritonnya menjawab dengan sanggahan keras yang langsung membuat mata saya melebar seperti tersengat lebah.

 

Saya mencoba lebih menyelami makna kata yang menampar saya right on the spot dan membuat diri ini tersadar. Saya seharusnya embrace my imperfection seperti layaknya bongkahan batu permata yang tetap terlihat menawan dengan goresan-goresan halusnya.

 

Saya tidak sepantasnya complain mengenai segala flaws yang ada.  Saya dilahirkan sebagai Sarah dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Resapan makna terdalam dari barisan kalimat itu membuat saya kembali bersemangat.

 

Keyboard sederhana ini akan menjadi saksi bisu tumpahan pikiran yang akan selalu menyebar sepenuh hati sepanjang tarikan nafas saya .  Di saat yang bersamaan, saya juga tak boleh berhenti  mendulang ilmu dari para managerial handal seperti Carlotta dan Sounak.

 

Saya sebagai wanita, tidak perlu  deal dengan my imperfections, saya hanya perlu melihat imperfection tersebut di bawah pendaran cahaya dan itulah yang membuat saya perfect in my own way.  Jia You, Sarah.

 

“You are allowed to be both a masterpiece and a work in progress, simultaneously.” Sophia Bush

January 11th, 2022

Bagikan ini:
error: Content is protected !!