0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“What is truly real isn’t just what meets the eye, but what lingers in the heart.”

 

Saya dan Arsyl akhirnya sampai di Moberly Hall. Kami berdiri di depan lift, menunggu dalam hening yang terasa nyaman. Saat pintu terbuka, kami melangkah masuk, berdiri bersebelahan di antara beberapa penghuni lain yang ikut naik.

 

Di lantai lima, Arsyl melangkah keluar. Ia menoleh sebentar, mengangkat tangan kecil sebagai salam perpisahan. “Selamat menikmati pemandangan dari atas,” katanya, setengah bercanda.

 

Saya hanya tersenyum sebelum pintu kembali tertutup. Lift terus naik, membawa hingga ke lantai delapan. Begitu sampai langsung melangkah ke kamar, melepaskan sepatu boots, lalu berjalan ke jendela. Tirai saya singkapkan, membiarkan sinar rembulan masuk.

 

Dari sini, kota Manchester terbentang lebih luas. Di kejauhan, gedung-gedung berdiri dalam senyap, dengan sebagian jendelanya masih menyala, sebagian lainnya telah gelap. Salah satunya adalah ruang kelas tempat di mana saya menghabiskan siang dengan aneka rumus dan theory.

 

Saya berpikir sendiri, mungkin kita ini seperti jendela kamar masing-masing. Ada yang tinggi dan melihat luas, ada yang rendah dan melihat dekat. Yang di atas menangkap cakrawala, sementara yang di bawah mengamati detail yang terlewat.

 

Di bawah sana, Oxford Road terbentang panjang, jalan yang setiap hari kami lalui, meski langkah kami mungkin datang dari arah yang berbeda. Malam ini, dari balik jendela kamar masing-masing, saya dan Arsyl menatap jalur yang sama, hanya saja, dari sudut yang berbeda.

 

Pada akhirnya, bukan seberapa tinggi kita berdiri yang menentukan apa yang kita lihat, melainkan seberapa dalam kita benar-benar merasakannya. Sebab yang paling nyata bukan sekadar apa yang tertangkap oleh mata, tetapi apa yang sungguh-sungguh kita hayati.

 

“What we see is not defined by how high we stand, but by how deeply we perceive.”

Part 21.

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan ini:
error: Content is protected !!