0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“Saya tidak menghendaki jaksa melakukan penuntutan asal-asalan tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Ingat, rasa keadilan tidak ada dalam text book, tetapi ada dalam hati nurani. Saya ingin menekankan sekali lagi agar kita semua menggunakan hati nurani. Hukum berdasarkan hati nurani akan dapat mencapai dan mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum secara bersamaan tanpa ada penegasian,” Jaksa Agung ST Burhanuddin

 

Pagi itu bus membawa saya ke Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health. Setelah turun dari bus, saya menyeberang ke cafe yang berada di dalam hospital.

 

Saya memesan hot black coffee dan berjalan menuju meja dimana tersedia tissue, sendok, gula cair dan termos berisi susu cair dingin.  Di saat saya menghampiri meja, seorang pria sedang sibuk mengisi secara perlahan gelasnya dengan susu sambil sesekali menghirup kopi agar susu bisa muat sedikit demi sedikit.

 

Saya berdiri tepat disamping dirinya yang menjulang tinggi, walau pun saat itu saya sudah memakai high heels 7 cm.  Rambutnya ikal dark chocolate dengan kulit putih serta pipi kemerahan terlihat sesekali merapikan jas yang dikepit di tangan kirinya.

 

Menyadari kehadiran saya, ia menengok .“Hi, I am Dan, I am a lawyer, saya harus ke court pagi ini” seakan bisa menjawab tatapan mata saya yang bingung melihat ia berpakaian serapi itu.

Pandangan mata kami bertemu di udara,  terlihat matanya yang biru jernih membuat saya tertegun selama ½ detik dan segera mengalihkan pandangan. “Hi,I am Sarah, I am  a student. Oh lawyer, dulu sewaktu di Inggris ,saya  adalah law Student.”

 

May I ask, kenapa kamu memesan kopi hitam lalu mengisinya dengan susu, kamu bisa saja langsung membeli coffee with milk di counter. Kalau saya kan student, ini cara saya berhemat.” Tersenyum dengan pandangan mata menyelidik.

 

“Well, cara ini akan selalu mengingatkan masa berjuang saya sebagai student yang juga dyslexia.” Ia membalas tersenyum , mata birunya semakin berkilat lembut.

 

“Tapi itu bukan berarti kamu mempunyai low IQ.Orang seperti kamu just think differently, it’s like having a left-handed brain.” Saya memberi komentar.“Yes I am gifted. I have graduated dari Harvard Law School.Kamu pun pasti smart, John Hopkins University adalah Harvard-nya untuk pulic health. Hmm, ‘Fiat justisia ruat coelom’ sebagai student dengan background  hukum pasti kamu tahu artinya kan ?” kembali menatap saya.

 

“Yep, meski langit runtuh keadilan harus ditegakkan”saya menjawab. “Pada kenyataannya, tidak harus selalu berpatokan dengan  hal tersebut.  Hati nurani harus ikut berperan, makanya saya hadir disini sebagai pro bono lawyer. Hati saya ikut merintih mendengar jeritan hati para kaum papa yang tidak mempunyai kekuatan hukum.”

 

Ia menjawab sambil menghela nafas namun tetap dengan senyum yang mampu memporak porandakan hati jika dipandangi lebih dari 2 detik.

 

Kisah Agus membuat saya terngiang akan kisah percakapan saya dengan Dan. Belum hilang dalam ingatan mengenai kasus Nenek Minah yang didakwa melakukan pencurian 3 buah kakao.

 

Muncul kasus  serupa yaitu kasus kakek Samirin yang di vonis penjara hanya karena mencuri getah karet seharga Rp17.000. Kasus lainnya, ada yang mencuri karena anak dirumah merintih kelaparan hingga  menjerit membutuhkan handphone untuk sekolah online.

 

Hati saya teriris dan  menjerit tak ada  habisnya. Lebih perih daripada luka yang di siram oleh perasan jeruk nipis. Lebih nyeri daripada jatuh dari lantai 20 dengan tulang yang patah berhamburan.

 

Kisah Agus yang terhimpit ekonomi dan terpaksa mencuri demi berbakti kepada ibunya. Disaat ia melepaskan baju tahanannya lalu  bersimpuh memohon maaf kepada ibundanya, mulut saya tecekat penuh haru karena pada akhirnya hati nurani lebih berbicara didalam keputusan tersebut.

 

Memang hati nurani bukanlah tujuan hukum, melainkan hanya sebagai instrumen katalisator untuk memeluk mereka didalam kepakan sayap cinta.   Disaat keadilan dan kepastian hukum saling menegasikan, disitulah saatnya kita perlu mengetuk hati nurani yang paling dalam karena hati nurani adalah ‘bridge’ untuk mencapai titik neraca keseimbangan.

 

Air mata haru tak berhenti mengalir karena melalui restorative justice, negara telah  hadir melalui para penegak hukum yang humanis.  Terima kasih dan salam hormat untuk Pak Jaksa Agung ST Burhanuddin, Pak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan seluruh jajaran penegak hukum.

 

“Sarah, listen , I will not give up the blooming flowers deep down in my heart for the stack of rough stones just because this world is a hard place. You know what, this beautiful world is only hard because it needs more flower hearted people.” Daniel- my ‘flower-hearted’ best friend

 

January 29th, 2022

Bagikan ini:
error: Content is protected !!