0062 8119985858 info@sarahbeekmans.co.id

“You have to learn to say no without feeling guilty. Setting boundaries is healthy. You need to learn to respect and take care of yourself.”

Unknown

 

Nanning adalah ibu kota dari provinsi Guangxi, yang berada di China bagian selatan sehingga iklimnya lebih hangat dibandingkan daerah lainnya.  Tak heran kota ini disebut sebagai the green city karena  banyak sekali ditemui taman dengan aneka bunga yang bermekaran.

 

Tak hanya hijau secara kasat mata, namun juga kota ini sangatlah green termasuk menggunakan sepeda motor listrik sebagai alat transportasi utama.  Semua berkat dukungan dari pemerintah yang memberikan pajak tinggi bagi kendaraan non electric.

 

Selain itu, warganya pun senang berjalan kaki yang didukung oleh trotoar yang lebar dan pohon besar yang menjulang tinggi hingga  menghalangi pancaran sinar  matahari.

 

Kota Nanning tidak seterkenal kota besar lainnya di daratan China, seperti Beijing , Shanghai dan Guangzhou. Namun bagi para pengusaha terutama yang produknya sudah export sampai ke China, kota ini sangatlah terkenal karena setiap tahunnya menjadi host city untuk pameran China Asean -Expo yang merupakan pameran perdagangan dan investasi negara ASEAN di China.

CA expo tidak hanya dimeriahi oleh aneka furniture, handicraft dan jewelry juga menyajikan kuliner dari seluruh negara ASEAN mulai dari buah, kopi, teh  hingga aneka makanan yang sudah dipacking dengan kemasan cantik.

 

Saya dan mbak Patsy kadang membeli, namun seenak-enaknya makanan negara lain, tetap saja makanan Indonesia akan selalu dirindukan. Setiap  hari ada seorang ibu penjual makanan yang menjadi langganan puluhan peserta dari booth Indonesia.

 

Saking populernya sehingga saya selalu datang ke boothnya yang terdapat diluar venue untuk booking duluan menu makanan hingga juice kesukaan agar tidak kehabisan.

 

Ibu  tersebut selalu mampir ke booth bersama beberapa staffnya yang juga sangat lancar berbahasa indonesia. Ia bercerita kalau mempunyai saudara yang juga tinggal di Indonesia dan bertanya apakah boleh menitip barang untuk saudaranya tersebut.

 

Saya langsung menolak secara halus dengan tetap diiringi senyum “Maaf ibu , saya tidak menerima titipan barang. Kalau titip salam boleh.” Itu adalah standard jawaban penolakan yang sering saya berikan ke orang-orang yang ingin menitip sesuatu yang tidak masuk akal atau baru kenal.

 

Ia masih tetap memaksa sehingga saya akhirnya mengulang namun kali ini mengubah nada intonasi lebih tegas “Tidak bisa titip barang, hanya titip salam, bu.”

“Ah hanya box kecil.” Tetap dengan nada memaksa.

 

Di hari terakhir pameran, ia datang membawakan khusus setumpuk kue , makanan kotak dan 3 gelas juice aneka rasa lalu menghilang. Tidak lama kemudian, staffnya datang membawa paket yang dalam keadaan terbuka agar bisa saya check terlebih dahulu dan ingin dititipkan ke Indonesia.

 

Mbak pasty mengetahui seluruh kejadian dari hari pertama dan hanya bisa tertawa melihat muka saya yang kebingungan. Di dalam kotak terdapat beberapa jenis sticker yang tidak tahu kegunaannya apa.

 

So suspicious, masa titip jauh-jauh hanya isi sticker. Siapa tahu box ini ada pocket rahasia yang isinya drugs dan kalau pun tidak, aku tetap tidak nyaman .Aku balikin saja yah, mbak ?” Sembari menutup kembali box tersebut.

 

“Iya balikin saja. Maksa banget juga.”Mbak Patsy mendukung keinginan saya.

Saya pun berlari ke boothnya dan mengembalikan paket beserta setumpuk makanan dan minuman yang ia berikan sebagai ‘gift’. Saya berjalan kembali ke booth dengan perasaan bahagia karena berhasil mempertahankan prinsip hanya bisa ‘titip salam’ jika hal tersebut membuat saya tidak nyaman.

 

Berkata ‘tidak’ memang kadang susah dilakukan dengan alasan sungkan, tidak tega jika menolak atau bahkan khawatir jika orang tersebut kesal jika ditolak. Padahal, saya mempunyai hak penuh untuk berkata ‘tidak’ tanpa perlu merasa bersalah. Apalagi jika bertentangan dengan suara hati atau kondisi yang tidak memungkinkan untuk berkata ‘iya’.

 

Mengetahui kapan bisa berkata ‘tidak’ adalah tanda saya semakin mengenal diri sendiri karena tahu apa saja yang masih ada dalam batas kemampuan dan apa yang diluar batas kemampuan untuk menolong.

 

Semakin berani berkata ‘tidak’ akan membuat saya semakin memahami diri sendiri dengan jauh lebih baik dan ini adalah salah satu bentuk self-love yang sangat penting.

 

Dear me, stop trying to please everyone and just focus on pleasing yourself first.

 

“You can be a good person with kind heart and still say no.”

Unknown

April 16th, 2022

Bagikan ini:
error: Content is protected !!