“You become what you consistently practice, so practice consistently what you want to become.”
Unknown
Di tengah hiruk pikuk Hong Kong tersimpan hidden gem yang terselip di antara puluhan pulau, tepat di sebelah barat Lantau Island yaitu desa nelayan yang bernama Tai O. Penduduk aslinya adalah kaum imigran dari mainland China yaitu suku Tanka dan dapat ditempuh via jalur darat melalui Tung Chung atau laut dengan menggunakan kapal ferry.
Pagi itu, saat polisi Hong Kong berlalu dan sudah selesai berdoa tanda syukur tidak ikut tertangkap razia, tak lupa mengucapkan selamat tinggal pada teman baru saya.
“Thank you so much, saya mau ke HKCEC sekarang.”
“ Ada apa di HKCEC ?”
“Saat ini sedang ada pameran Hong Kong gifts and premium fair. Saya mau melihat trend terbaru dan mengunjungi teman dari mainland China, Stephen. Pamerannya sangat bagus, tanpa kamu harus keliling dunia , semua exporter ada di dalam satu roof.”
“Apakah boleh saya ikut melihat ? Kebetulan saya hari ini free, lagi pula kan sudah terlanjur berkata ke polisi Hong Kong kalau kamu nenek saya jadi sebagai cucu yang berbakti tentunya harus menemani neneknya kemana pun.”
“Tolong bawakan tas nenek yang berat ini yah, cucu. Setelah dari HKCEC, saya akan ke Clock Tower untuk menunggu sunset. “
“Bagaimana kalau ke Tai O sehingga dari cable car kamu bisa melihat view sunset keemasan yang menyinari perbukitan dengan background patung Big Buddha serta jembatan di bawah air. “
“Tai O ?”
“Desa nelayan lalu ke Po Lin Monastery.”
Kami mengunjungi booth Stephen dan memberikan teh khas Indonesia yang sengaja saya bawa as a small gift serta menceritakan kisah dikejar oleh polisi Hong Kong saat razia dan diselamatkan oleh Dimitriy.
Stephen tak henti tertawa terutama moment disaat berlari sambil mengunyah meat ball untuk menghilangkan barang bukti karena membeli makanan illegal berdasarkan hukum Hong Kong. Setelah itu, kami pun mengucapkan selamat tinggal dan melanjutkan perjalanan ke Tai o.
Sepanjang mata memandang terhampar view alam didoniminasi warna hijau dari pegunungan dan birunya langit. Perpaduan tersebut mengingatkan akan cincin bertahtakan batu blue saphire dan giok serta dikelilingi kemilau berlian.
“Saya akan membawa kamu ke supplier salted fish terenak se Hong Kong, sudah turun temurun. Tapi kamu tidak boleh memotret penduduk apalagi yang sudah sepuh karena mereka sama sekali tidak suka. Kamu rekam di memory saja, okay ?”
“Okay, tapi foto ikannya boleh tidak untuk kasih lihat ke anak saya.”
“Nanti kita minta izin terlebih dahulu tapi tidak apa kan kalau tidak boleh? Lagi pula foto ikan dimana-mana sama saja, tidak mungkin ikannya bergaya demi content di instagram .” Ia berkata sembari tersenyum kecil dan saya tertawa cekikikan membayangkan jika ikan bisa berpose layaknya photo model.
Sesampai di Tai O, terlihat dari kejauhan deretan rumah terapung terbuat dari kayu mengingatkan rumah sejenis di kampung halaman, Sulawesi Selatan. Desanya terlihat sangat bersih bahkan bau amis ikan yang biasanya menyeruak saat mengunjungi kampung nelayan tak tercium sama sekali.
Kami menelusuri jalan dan akhirnya sampai di salah satu toko yang terlihat paling ramai. Saya mencoba mencicipi ikan yang disodorkan oleh salah satu pegawainya. Selain ikan asin juga tersedia kuning telur bebek dan terasi udang, namun tak ada yang mengalahkan rasa salted fish. Mulai dari aroma , kerenyahan hingga level rasanya mampu membuat saya terpaku beberapa menit saking lezatnya.
“Apa rahasianya hingga ikan ini terasa sangat lezat ? Dimitriy, tolong tanyakan karena saya tidak bisa bahasa Cantonese.”
“Latihan tanpa kenal lelah selama bertahun-tahun.” Bapak tua yang merupakan pemilik menjawab dengan senyum ramah diantara kerutan wajah dan mata yang berkilat.
“Apakah practicenya perlu setiap hari ?” Saya semakin penasaran.
“Oh well, young man. You only needs to practice on the days that you eat .”Ia menjawab singkat kepada Dmitriy masih dengan senyum ramah yang tak pernah lepas dari bibirnya.
“ Bapaknya berkata you only needs to practice on the days that you eat berarti khusus kamu , butuh practice setidaknya lima kali sehari karena sedari tadi sudah berapa kali kamu mengunyah.” Dmitriy mencoba menahan tawa melihat raut wajah saya yang protes karena tak percaya akan omongannya dan akhirnya kami pun tertawa terbahak-bahak.
“Don’t practice until you get it right. Practice until you can’t get it wrong because an amateur practices until he can do everything right and a professional practices until he can’t do anything wrong.”
Unknown
May 21st, 2022