“Let the rain kiss you. Let the rain beat upon your head with silver liquid drops. Let the rain sing you a lullaby.”
Langston Hughes
Cakrawala masih berwarna kelam kelabu, meskipun mentari sudah beranjak dari peraduannya. Disaat saya membuka kelopak mata, terlihat tetesan air hujan masih membekas seakan ingin menerobos kaca jendela.
Walaupun heater di kamar menerpa dengan kehangatan yang sangat kuat, tetapi dinginnya derai rintik hujan tadi malam mampu mengalahkan dan masih terasa di kulit saya pagi ini.
Disaat saya menyembulkan kepala dari selimut tebal dan menengok ke jendela, terlihat bekas bulir hujan yang telah menghempas aspal dibawah sana. Saat saya mengalihkan pandangan lurus ke depan, ruangan kelas di seberang jalan masih gelap dibingkai oleh mentari yang masih malu-malu untuk bersinar. Mentari seakan berbisik kepada saya untuk kembali membenamkan kepala ke dalam bantal yang empuk.
Tetapi saya segera melompat dari ujung tempat tidur, lalu mandi dan bergegas menuruni anak tangga menuju lantai 6. Sesampainya di sana, saya lalu menggedor pintu Arsyl sebanyak 7 kali seperti biasa, kode yang menandakan itu adalah saya.
Di balik pintu muncul wajah yang bening dengan mata Eric Cantona yang indah di bawah alis yang rapi. Pagi ini rambut hitam lebatnya menggantung lurus dan terlihat lebih panjang dari biasanya karena masih basah sehabis mandi, sehingga menutupi keningnya.
“Goooooood mooooorning, Arsyl. Masak apa kita hari ini?”, dengan tekanan suara yang biasa saja, namun karena suasana masih agak senyap, suara saya seakan membahana di lorong lantai apartmentnya.
“Sarah, Sarah, Sarah, jangan terlalu keras, mungkin yang lain masih terlelap”, kata Arsyl sambil menaruh jari telunjuk di bibirnya, memberi tanda untuk diam. Begitu memasuki kamarnya, aroma green house yang sangat segar memenuhi seisi ruangan.
Tiba-tiba riuh air hujan kembali muncul dan ternyata cuma sekejap dan rintik itu pun berhenti. Tiba-tiba Arsyil memberikan isyarat agar kami segera beranjak keluar. Dia lalu menyambar satu kotak makanan dan dua botol termos berisi hot chocolate lalu berkata, ”Ini sarapan kita, mari kita piknik di tempat special saya.”
“Dimana? Apakah kita perlu naik bus?”, tanya saya penasaran bercampur girang, karena Arsyl memang sangat pandai memasak, terutama masakan khas Kazakhstan.
“Sarah, Sarah, Sarah, kita jalan kaki saja, tidak jauh hanya 600 meter, dengan kecepatan kaki kamu yang manja, paling lama 10 menit”, jawab Arsyil sambil memberitahu.
“Hey saya tidak manja”, protes saya.
“Saya tidak bilang kamu manja tapi yang manja itu kaki kamu”, tangkas Arsyl sambil melemparkan senyum ciri khasnya yang selalu sukses membuat hati yang tangguh ini langsung lumer bagaikan mentega yang dipanaskan di wajan dengan api yang besar. Hati ini meleleh dalam hitungan detik. #lebay mode on
Saya lalu memanyunkan bibir tanda protes, Arsyl lalu berkata, ”Kamu itu orangnya sangat ekspresif, disaat ngambek bibir kamu langsung maju seperti bebek.”
“Dan kamu orang yang tanpa ekspresi seperti kentongan bambu, dipukul dulu pakai pentungan baru berbunyi”, saya membalas.
“Exactly dan kamu adalah pentungannya”, Arsyl segera berlari menghindari saya karena tahu saya akan protes dan ingin melanjutkan adu argument yang tidak ada hentinya itu.
Saya lalu mengejar, namun lari Arsyl lebih kencang sampai di tempat tersebut. “Oh.. Whitwork Park, ini tidak jauh dari apartmentnya Hong. Ini tempat special kamu ?”, tanya saya.
Tanpa menjawab pertanyaan saya, Arsyl lalu berkata, “Sarah, Sarah, Sarah, coba hirup aroma ini ,inilah yang disebut petrichor. Aroma ini tidak akan tercium jelas dari balik bingkai jendela kita, makanya saya mengajak kamu kesini.”
“Petrichor?”, tanya saya agak bingung.
“Semerbak wangi bumi setelah butir-butir air jatuh membasahi tanah yang kering itulah petrichor dan aroma murni ini hanya bisa terjadi jika tidak ada polusi seperti di pagi yang senyap ini”, jelas Arsil.
Aroma petrichor yang masuk perlahan ke dalam indra penciuman saya bagaikan particle positif yang dialirkan dalam seluruh sendi tubuh, lalu saya berkata “Wow, Arsyl, saya sangat menyukai bulir hujan tapi tidak sedalam kamu. Ternyata kentongan bambu bisa puitis juga”, kata saya dengan muka iseng.
“Sarah, Sarah, Sarah, tidak harus mempunyai jiwa melankolis untuk bisa menikmati rintik hujan, pentungan sanguinis akut seperti kamu buktinya sangat menikmati. Simphony hujan yang jatuh ke bumi hanya bisa merasuk ke hati mereka yang merindukannya seperti kita.”
Pepatah
“Pas hujan malah ingat mantan, memangnya mantan kamu payung?”
https://www.sarahbeekmans.co.id/manchester/ part 1
https://www.sarahbeekmans.co.id/work-for-a-cause/ part 2
https://www.sarahbeekmans.com/\