“When things get hard, you can quit or learn to rest.”
Langit telah berubah menjadi canvas warna-warni, dengan gradasi orange, pink , dan purple yang seakan menari-nari saat saya, Chloe dan mbak Patsy melangkahkan kaki keluar gedung. Nuansa putihnya awan makin memperindah suasana bak symphony orchestra di kota Hat Yai saat itu.
Mentari perlahan tenggelam di ufuk barat sehingga terlihat bagaikan diselimuti cahaya keemasan yang lembut. Jalan-jalan yang tadi pagi hiruk-pikuk kini mulai melambat, menyisakan keheningan yang menenangkan. Namun tidak dengan pikiran saya yang tetap hiruk pikuk tanpa henti.
Hari pertama tradeshow sangat melelahkan , tidak hanya karena setumpuk to do list dari buyer yang harus segera di kerjakan sesampai di Indonesia juga jam tidur yang dipaksa untuk adjust setelah baru saja selesai tradeshow di New York.
“Mama, apakah kita dinner sekarang?” Chloe dengan jemari mungilnya menarik lembut tangan saya. Senyumnya yang sedari pagi menghias, sore ini telah sirna karena hari yang juga melelahkan untuk Chloe.
“Iya, sayang. Mbak Pats, kita beli makanan di seberang dan take away yah ?”
“Kita ke night market saja yuk mbak Sarah. “
“Jauh tidak ? Nanti waktu terbuang sedangkan schedule kita penuh terus.”
“Kita malah butuh refreshing walau hanya sebentar kalau sedang sibuk.”
Walaupun masih ragu, saya akhirnya mengiyakan. Angin sepoi-sepoi membawa aroma harum dari rempah-rempah yang menyatu dengan aroma manis dari aneka dessert. Kami belum tiba di night market namun senyum saya telah mengembang karena seketika beban pikiran terangkat perlahan.
Dear mbak Patsy, thank you.
Oh well, taking a breather doesn’t mean my plans are off track. I’m just recharging. Even for short-term goals, I need to stay mentally and physically healthy to keep moving forward. That’s the power of taking a pause.
“The time to relax is when you don’t have time for it.” – Sydney J. Harris